Review Film Imperfect


 Mengantarkan Isu Berat dengan Cara yang Hangat

Maraknya bullying dan body shaming, terutama di media sosial, dianggap Meira dan Ernest sebagai momen yang tepat untuk mengangkat buku Imperfect ke layar lebar. Film yang berjudul lengkap Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan ini bukan sekadar memindahkan bukunya mentah-mentah ke layar lebar, tapi sebagai alat komunikasi soal penerimaan diri.

Menariknya, untuk menghadirkan kisah yang dekat dengan realita, diciptakanlah karakter Rara yang mengalami bullying atau body shaming dari lingkungan di sekitarnya. Yap, berbeda dengan bukunya yang menceritakan perjalanan Meira sebagai seorang istri Ernest Prakasa yang kurang memenuhi ekspektasi netizen.

Film yang skenarionya digarap oleh Ernest dan Meira ini berhasil menyampaikan isu berat jadi ringan dan hangat. Bisa dibilang, film ini bukan hanya menghibur, tapi juga utuh dengan pesan kaya dan apik.

Enggak heran, jika bagi Ernest, film ini berikan tantangan fisik dan mental yang enggak main-main. Soalnya, selain teknis yang rumit, seperti transformasi Jessica Mila, juga butuh ketelitian dalam menyampaikan cerita. Hebatnya, Ernest dan Meira bisa menenunnya dengan indah dan memuaskan.

Film Ernest Prakasa yang selalu penuh komedi sebagai signature karyanya, justru menjadikannya sebagai tantangan berat di film ini. Soalnya, bobot cerita yang berat dan ditambah komedi, harus dibangun hati-hati biar enggak menyinggung. Yap, ini pun jadi tugas berat Muhadkly Acho sebagai konsultan komedi film Imperfect.

Dalam film Imperfect banyak ruang yang bagus untuk jadi lahan komedi. Acho, Meira, dan Ernest mesti pilih bagian mana yang ‘aman’, seperti jokes tentang body shaming. Mereka enggak membicarakan body shaming di film, tapi lebih memaparkan realita yang terjadi di sekitar bahwa body shaming itu ada. Usaha Acho yang detail buat bit-bit komedinya pun membuahkan hasil.

Sayangnya, beberapa punchline enggak terasa surprise lagi karena telah ditampilkan di trailernya. Seakan pengulangan, kelucuan yang hadir enggak se-ngakak pertama kalinya.

Ernest enggak menempatkan para karakter berada di protagonis atau antagonis. Yap, seperti manusia yang enggak bisa dibilang baik atau jahat. Semua tergantung cara pandang dan perilakunya.

Rara misalnya, dia rela dirisak, tapi setelah bisa berubah, sifatnya pun berubah. Ibunya Rara yang tiap hari melarang Rara makan cokelat, ternyata punya trauma di masa lalu yang membentuknya. Lulu, adik Rara yang terlihat sempurna, ternyata enggak beda jauh menderita seperti Rara. Yap, cara Ernest memperlakukan para karakter bisa dibilang brilian.

Selain Ernest, Acho, dan Meira yang memikul beban berat, Jessica Mila yang dipercaya memerankan Rara pun merasakan demikian. Dalam filmnya, kita bisa melihat perubahan bentuk tubuh Mila.

Selain harus menaikkan berat tubuhnya hingga 10 kilogram, Mila juga harus melewati proses make-up selama dua jam setiap harinya untuk menghadirkan sosok Rara seperti yang ada di film. Kerja keras Mila terbukti sukses saat teaser poster dan teaser trailer diluncurkan dan mengundang komentar positif dari para netizen.

Sosok Rara yang kurang sempurna diciptakan menjadi potret keseharian para cewek yang sering merasa insecure dan belum tahu cara memulai untuk sayang dengan diri sendiri. Tokoh Rara juga merepresentasikan perilaku sebagian cewek dalam menggunakan media sosial: membandingkan dirinya dengan orang lain yang terlihat sempurna.

Ditambah, karena fisiknya, dia sering terkena perisakan verbal dari orang lain. Untungnya, Jessica Mila berhasil tampilkan tokoh Rara sebagai tempat para cewek untuk bercermin untuk menemukan versi terbaik dari dirinya sendiri.

Jika memang Meira dan Ernest mengeluarkan effort lebih untuk mentransformasikan Mila, hal itu terbayar lunas. Total 29 hari shooting, belum termasuk 1 bulan lebih untuk Mila menaikkan berat badan hampir 10 kilogram, dan 1 bulan lagi untuk menurunkan lagi beratnya. Lalu make-up dan wardrobe khusus saat Mila menjelma menjadi Rara pun enggak sia-sia. Mila sekali lagi naik level!

Selain itu, adanya Reza Rahadian sebagai Dika, kekasih Rara, pun enggak bikin sosok Rara hilang pesona. Reza sekali lagi keluar dari zona nyaman, menjadi karakter pendukung dan cowok biasa. Enggak hanya sebagai pemain, aktor kelahiran 1987 ini turut mengisi soundtrack dengan menyumbangkan lagu “Tak Harus Sempurna” yang dia tulis sendiri. Lagu ini bercerita mengenai Rara dan masalahnya dari sudut pandang Dika.

Lalu, ada Shareefa Danish yang bikin jatuh hati sang filmmaker. Shareefa dipilih karena dirinya pernah merasa enggak percaya diri mengenai wajahnya yang kerap dibilang aneh. Masalah personal yang dia rasakan, membawanya berakting natural. Perbedaan usia dengan Mila pun, enggak membuatnya jarak pada sang tokoh utama.

Adanya empat karakter anak kost cewek di rumah Ibu Ratih (Dewi Irawan) alias ibu Dika, membuat film Imperfect tampil fresh. Mereka adalah Neti (Kiky Saputri), Maria (Zsazsa Utari), Prita (Aci Resti), dan Endah (Neneng Wulandari). Kehadiran mereka kerap ditunggu penonton karena selalu berhasil hadirkan gelak tawa.

Lalu, ada Teddy (Ernest Prakasa) sebagai sahabat Dika juga menambah film ini lebih menggelitik dengan komedi khas Ernest soal keberagaman. Ada juga geng preman kampung yang digawangi oleh Ali (Uus). Meski kadang garing, komedi yang mereka lontarkan ngena di hati.

Kemudian ada geng kantor yang modis, dan kadang absurd juga tampil natural dan nyata. Ditambah geng sosialita yang kepo, seperti ibu-ibu yang kita temui dalam keseharian. Oh ya, enggak lupa dengan murid–murid sekolah darurat Rara, yang berhasil menampar kita melalui celoteh polosnya.

Berhasilnya Ernest, dia menempatkan semua karakter jadi primadona tiap adegan. Hal inilah yang bikin penonton betah nonton sampai akhir, bahkan nonton adegan bloopers-nya sampai habis.

Enggak hanya dari segi pemain, Ernest dan Meira juga total dalam urusan musik. Mereka mempercayakan penggarapan musik film Imperfect ke tangan Ifa Fachir dan Dimas Wibisana. Enggak heran, tiap adegan hadirkan mood bahagia dengan cara yang berbeda.

Selain itu, dua penyanyi kenamaan Indonesia pun digaet Ernest untuk turut mengisi soundtrack, yaitu Fiersa Besari dengan lagu “Pelukku Untuk Pelikmu” dan Audrey Tapiheru menyanyikan lagu “Cermin Hati”. Lagunya bisa menjadi semangat atau mood booster ketika kalian sedang berada di posisi Rara.

Hidup dengan standar orang, begitulah kami menggambarkan film ini dari sisi masing-masing pemerannya. Entah seperti apa Ernest dan Meira menyiapkan naskah untuk masing-masing pemeran yang terlibat. Jessica Mila, Karina Suwandhi, Shareefa Daanish,Reza Rahadian, Clara Bernadeth hingga deretan komika yang tampil di film ini bermain menggunakan insecure dengan gaya mereka masing-masing.

Hampir semua pemeran film Imperfect menampilkan gaya insecure mereka masing-masing. “Si Anu mau yang kayak gini”, “si Itu mau yang kayak gini”, dan kemudian melibatkan standar hidup diri sendiri dengan melihat standar hidup orang lain.

Gambaran relevan yang dibawa dalam cerita film ini sebenarnya punya arti yang sangat besar. Namun, karena dihadirkan lewat komedi, untuk beberapa momen sentuhan isu yang diceritakan jadi seperti tenggelam begitu saja. Namun, jika bicara insecure dari masing-masing pemeran hampir semua pemeran mampu memainkannya dengan baik.

Reza Rahardian? Sudah jangan ditanya lagi bagaimana kemampuan aktingnya. Jessica Mila, mungkin ia perlu sedikit upgrade lagi. Namun, yang tak kalah mencuri perhatian adalah para pemeran pembantunya. Shareefa Daanish yang paling mencuri perhatian. Ia bisa terlibat dalam semua plot cerita film ini.  Sisanya, komika dan komedian yang tampil, sangat-sangat menghidupkan cerita film ini.

Terlepas dari penampilan pemerna yang maksimal, karena film ini komedi, maka tek-tok antara pemerannya terjalin dengan rapi dan dinamis. Reza dengan Ernest, Shareefa dan Jessica, Clara dengan Jessica,, semuanya bermain dengan maksimal. Bahkan untuk peran-peran kecil yang dimainkan oleh Dion Wiyoko atau Cathy Saron yang hanya seper sekian detik, namun sudah mampu memberikan kegelisahan di dalam film ini.

No comments

Powered by Blogger.