Pendekatan Pembelajaran Bahasa Di Kelas Awal
A. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Bahasa Di Kelas Rendah
Pendekatan menurut Kosadi, dkk (1979) adalah seperangakat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989) Pendekatan adalah seperangkat korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
B. Jenis-jenis Pendekatan Pembelajaran Bahasa Pendekatan Pembelajaran Bahasa Di Kelas Rendah
a) Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pembelajaran yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai (Zuchdi dkk. 1997:32). Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pembelajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi proses pembelajaran ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri. Sejalan dengan itu, maka mata pelajaran apapun orientasinya pada pendekatan tujuan, demikian juga pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena orientasinya pada tujuan, maka pembelajarannya pun penekanannya pada tercapai tujuan. Contoh berikut ini :
Untuk subtema menulis, tujuan pembelajaran yang ditetapkan ialah “Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”. Berdasarkan pada pendekatan tujuan, maka yang penting adalah pencapaian tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Adapun bagaimana proses pembelajarannya, bagaimana metodeya, dan bagaimana teknik pembelajarannya tidak merupakan masalah yang penting.
Demikian pula kalau misalnya diajarkan subtema struktur, dengan tujuan “siswa memiliki pemahaman mengenai bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia” Tujuan tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran morfologi bahasa Indonesia.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”. Dengan “cara belajar tuntas”, berarti suatu kegiatan pembelajaran dianggap berhasil, apabila sedikitnya 85% dari jumlah siswa mengikuti pelajaran itu mengusai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif. Jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab betul minimal 75% dari soal yang diberikan oleh guru maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.
b) Pendekatan Tematik
Pendekatan tematik merupakan suatu strategi yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada pebelajar (Ariantani, 2003). Keterpaduan dapat dilihat dari segi proses, waktu, segi kurikulum, dan segi aspek belajar-mengajar. Menurut Puskur (2002) pembelajaran tematik hanya diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas rendah (kelas I dan II), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holostik), perkembangan fisiknya tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Untuk itu, strategi pembelajaran tematik hendaknya, (1) bersahabat, menyenangkan, tetapi tetap bermakna bagi anak, (2) dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, anak tidak harus didrill, tetapi ia belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Bentuk pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran terpadu, dan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Sesuai dengan perkembangan fisik dan mental siswa kelas I dan II, pembelajaran pada tahap ini menurut Ariantini (2003:1) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
• Berpusat pada siswa
• Memberikan pengalaman langsung pada anak
• Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
• Menyajikan konsep dari beberapa mata pelajaran
• Bersifat fleksibel
• Hasil belajar dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Disamping itu, pembelajaran tematis memiliki beberapa kekuatan yakni :
Pengalaman dan kegiatan belajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak
Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak
Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih terkesan dan bermakna
Mengembangkan berpikir anak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tangap terhadap gagasan.
Sedangkan peran tema dalam pembelajaran tematik menurut Puskur (2001;23), yakni :
Siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu
Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama
Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
Kompetensi berbahasa bisa dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi anak
Siswa lebih bergairah belajar karena mereka bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata, misalnya bertanya, bercerita, menulis deskripsi, menulis surat untuk mengembangkan keterampilan berbahasa, sekaligus untuk mempelajari mata pelajaran lain
Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan 2 atau 3 kali pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remidial, pemantapan atau pengayaan.
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran tematis adalah sebagai berikut :
- Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna
- Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan antara lain alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada dilingkungan
- Pilihan tema yang terdekat dengan anak
- Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai dari pada tema
Untuk lebih memantapkan pelaksanaan pembelajaran tematik ada beberapa langkah yang perlu diikuti menurut Ariantini (2003), yakni :
• Membaca dan memahami semua kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dan setiap mata pelajaran di kelas I dan II SD.
• Memilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap semester (Ariantini, 2003)
• Pilihan Tema : Diri Sendiri; Keluarga; Kegiatan Sehari-hari; Lingkungan; Tempat Umum; Pengalaman; Budi Pekerti; Kegemaran; Hiburan; Binatang; Tumbuh-Tumbuhan; Transfortasi; Kesehatan; Makanan; Pendidikan; Pekerjaan; Peristiwa; Pertanian.
c) Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang secara eksplisit tercantum dalam kurikulum 2004 GBPP Bahasa Indonesia SD. Pendekatan komunikatif lahir disebabkan oleh terlalu lamanya situasi pengajaran bahasa diwarnai oleh pendekatan struktural. Di samping itu, ada kebutuhan yang mendesak untuk memusatkan perhatian pada “kemampuan komunikatif”. (Muchlisoh, 1993:7). Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Tampak bahwa bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi lebih luas lagi, yakni sarana berkomunikasi. Ini berarti, bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yakni fungsi komunikasi.
Menurut Littiewood (dalam Rofi’uddin, 1999:23) pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa :
• Pendekatan komuikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa tidak terbatas pada tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga pada fungsi komunikasi bahasa.
• Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa pembelajaran bahasa, tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana bentuk-bentuk bahasa itu, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara-cara menerapkan bentuk-bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Munculnya pendekatan komunikatif inilah yang menandai perubahan pandangan pengajaran bahasa dari “struktural” ke “fungsional”. Perbedaan pendekatan komunikatif dan pendekatan struktural menurut Muchlisoh, dkk, (1993) adalah pendekatan struktural menuntut ketepatan pengucapan dan menunda latihan kelancaran, sedangkan pendekatan komunikatif lebih mengutamakan kelancaran berkomunikasi, ketepatan komunikasi serta perbaikan struktur dapat dilakukan dalam pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dengan menggunakan pendekatan komunikatif lebih tepat dilihat sebagai sesuatu yang berkenaan dengan apa yang dapat dilakukan (fungsi) atau berkenaan dengan makna apa yang dapat diungkapkan (nosi) melalui bahasa, bukannya berkenaan dengan butir-butir tata bahasa (struktural). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Meley (dalam Brumfit, 1986) bahwa kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Dengan demikian, pendekatan komunikatif adalah pendekatan pengajaran bahasa yang sasaran akhirnya adalah kemampuan berkomunikasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penerapan pendekatan berkomunikatif bertujuan agar siswa mampu berkomunikasi dan mampu menggunakan bahasa secara baik, benar, dan secara nyata dan wajar, serta dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan keadaan. Di samping itu kemampuan komunikasi menuntut adanya kemampuan gramatika, kemampuan sosiolinguistik, kemampuan wacana, dan kemampuan strategi. Dalam proses pembelajaran, guru hanya berfungsi sebagai komunikator, fasilitator, dan motivator. Sehubungan dengan itu, yang menjadi acuan adalah kebutuhan siswa untuk dapat berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Sugono (1993:7) mengatakan bahwa pembelajaran bahasa sebagai alat komunikasi akan menarik minat siswa didesak oleh kebutuhannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, untuk memenuhi atau meningkatkan keterampilan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi itu, pembelajaran bahasa yang paling tepat adalah menggunakan pendekatan komunikatif.
Sehubungan dengan itu, penerapan pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa Indonesia menurut Kaseng (1989:45) berpedoman pada lima prinsip, yaitu : (1) mengutamakan pelaksanaan isi kurikulum, bukan penyelesaian jenjang demi jenjang; (2) bertolak dari komunikasi dan berlanjut pada penyajian butir linguistik; (3) memberikan penekanan pada faktor ekstrinsik bahasa; (4) mementingkan dan mengkutsertakan tanggung jawab siswa; (5) mengubah peran guru menjadi fasilitator, peserta, peneliti dalam kegiatan belajar-mengajar.
Untuk dapat merancang materi pengajaran yang mengacu pada pendekatan komunikatif (Brown 1994 dalam Sato1999), guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
• Tujuan pembelajaran didalam kelas difokuskan pada semua komponen dari kemampuan berkomunikasi
• Teknik dalam pembelajaran bahasa dirancang untuk melibatkan siswa dalam penggunaan bahasa yang pragmatis, autentik, fungsional dan bermakna,
• Kelancaran dan ketepatan berbahasa yang dapat melandasi teknik-teknik komunikatif,
• Siswa pada akhirnya harus menggunakan bahasa, baik secara produktif maupun reseptif.
Untuk lebih mengoperasionalkan pendekatan komunikatif ke dalam metode dan strategi di kelas, Brumfilt (1986) mengemukakan lima prinsip metode komunikatif, yakni :
Ketahuilah apa yang anda kerjakan
Keseluruhan lebih penting dari bagian-bagiannya
Proses sama pentingnya dengan bentuk bahasa yang dihasilkan
Untuk mempelajari sesuatu, kerjakanlah hal itu
Kekeliruan bukanlah suatu kesalahan
Finocchiaro dan Brumfit (dalam Akhadiah M.K, 1992:34) mengemukakan ciri-ciri pendekatan komunikatif, sebagai berikut :
1. Mengutamakan makna
2. Dialog jika digunakan, berpusat disekitar fungsi komunikas dan tidak dihafalkan
3. Kontekstualisasi sangat penting
4. Belajar berbahasa ialah belajar belajar berkomunikasi
5. Pegucapan harus dapat dimengerti
6. Kegiatan komunikasi dianjurkan sejak dini
7. Penggunaan bahasa ibu diperbolehkan jika diperlukan
8. Terjemahan juga dapat digunakan bila diperlukan
9. Membaca dan menulis dimulai pada hari pertama jika dikehendaki
10. Sistem bahasa target dipelajari melalui proses belajar berkomunikasi
11. Kemampuan komunikasi merupakan tujuan sama
12. Variasi bahasa merupakan konsep utama dalam materi dan metode
13. Urutan ditentukan oleh berbagai pertimbangan tentang isi, fungsi, atau makna yang dapat menarik minat
14. Guru menolong siswa dengan berbagai cara yang dapat memotivasi siswa menggunakan bahas
15. Bahasa dibentuk oleh siswa dan kerap kali dengan banyak membuat kesalahan
16. Kelancaran dan bahasa yang berterima adalah tujuan utama
17. Siswa diharapkan berinteraksi dengan orang lain
18. Motivasi intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang dikomunikasikan.
d) Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa, yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai perangkat kaidah. Atas dasar anggapan tersebut, maka pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Pembelajaran bahasa dititik beratkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercangkup dalam fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola-pola gabungan kata, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting.
e) Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan didasarkan pada asumsi bahwa belajar merupakan proses mengubah tingkah laku, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dalam kegiatan belajar perwujudan dari pendekatan keterampilan proses adalah CBSA. CBSA merupakan pendekatan dalam proses belajar-mengajar yang mengutamakan aktivitas mental psikologis siswa, siswa berperan sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran sedangkan guru berfungsi sebagai pembimbing, pengamat, dan memberikan bantuan apabila diperlukan. Tarigan (dalam supriyadi, 1991 : 34) mengemukakan prinsip CBSA, yaitu :
• Belajar lebih dipentingkan dari pada mengajar
• Siswa dipandang sebagai subjek, bukan objek dalam kegiatan belajar-mengajar
• Melalui pertisipasi (ketika guru menjelaskan siswa cermat mendengarkan, bertanya, mendebat, menambah, contoh, dan ilustrasi, mengembagkan pikiran, mangalami, mencoba, dan melaksanakan atau mempraktekkan sesuatu yang dipelajari siswa) akan menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap.
prinsip belajar siswa aktif sejalan dengan semboyan pendidikan nasional, yakni “Tut Wuri Handayani” artinya para siswa diberikan keluasaan untuk menentukan kegiatan belajar sendiri tanpa harus dijejali dengan berbagai ilmu pengetahuan oleh gurunya. Adapun penerapan konsep CBSA dalam pengajaran menulis akan diuraikan dalam kegiatan siswa, kegiatan guru, iklim belajar, dan program belajar.
1. Kegiatan Siswa
Sejalan dengan penerapan konsep keterampilan proses, maka dalam kegiatan belajar para siswa diberikan kesempatan untuk mengamati objek yang akan ditulinya sesuai dengan tema atau topik karangan. Misalnya apabila terdapat kata-kata yang tidak dimengerti, para siswa dapat mencari dalam kamus yang telah disediakan oleh guru atau kalau masih belum jelas siswa dapat menanyakan kepada teman, bahkan kepada guru bila perlu.
2. Kegiatan Guru
Guru adalah teman belajar siswa yang harus mampu memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan kepada para siswa. Guru berperan sebagai fasilitator, artinya menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh siswa demi kelancaran kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar menulis, guru hendaknya dapat menciptaka iklim belajar yang kondusif untuk melakukan kegiatan belajar menulis. Misalnya, siswa diberikan pokok-pokok kalimat yang harus dikembangkan dengan menggunakan pilihan kata yang disediakan.
f) Pendekatan Integretif (Holistik)
Pendekatan integratif merupakan pendekatan pembelajaran bahasa dengan cara berpikir menyeluruh, yang menghubungkan semua aspek keterampilan berbahasa sebagai kesatuan yang bermakna (Routman, 1991:276). Selain itu, Djiwandono (1996:10) mengataka bahwa pendekatan integrative merupakan penggabungan dari bagian-bagian dan komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk bahasa. Dalam pembelajaran bahasa, materi pembelajaran bahasa disajikan secara terpadu, yaitu terpadu antar-materi dalam pembelajaran bahasa dan berpijak pada satu tema tertentu. Pendekatan integratif menurut Pappas (1990) berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut
• Siswa aktif dan merupakan pengajaran yang bersifat konstruktif
• Bahasa digunakan untuk bermacam-macam pola;
• Pengetahuan diorganisasikan dan dibentuk oleh pembelajar secara individual melalui interaksi sosial.
Sedangkan pendekatan integrative berdasarkan paham filosofi Whole Language, memandang bahwa belajar bahasa menjadi mudah apabila :
Bersifat holistik, realistis, relevan
Bermakna dan fungsional
Tidak terlepas dari konteks pemakaiannya (Weaver,1990:5)
Untuk menciptakan proses pengajaran bahasa yang mudah dipelajari, Goodman (1986:8) menyatakan bahwa pengajaran bahasa dilangsungkan secara whole language dengan memperhatikan sejumlah kenyataan, yaitu :
a. Bahasa harus nyata (alamiah)
b. Bersifat menyeluruh
c. Logis
d. Menarik
e. Relevan dengan pebelajar
f. Menjadi milik pebelajar
g. Menggunakan bagian dari peristiwa nyata
h. Diperlukan masyarakat
i. Sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pebelajar
j. Dapat dimengerti dan digunakan pebelajar
Untuk mengoptimalkan keterpaduan antara pembelajaran bahasa dengan pendekatan integrative, Buscing dan Chwartz (1983) mengemukakan tiga prinsip, yaitu :
a. Keefektipan komunikasi secara luas sebagai tujuan pengajaran di sekolah dasar
b. Memaksimalkan hubungan antar keterampilan berbahasa
c. Situasi pengajaran bahasa menurut konteks
g) Pendekatan Terpadu
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dikelas-kelas rendah, keterampilan tersebut dapat diwujudkan sebagai berikut :
1) Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, sekaligus guru mengajarkan bagaimana melafalkannya (mengucapkannya) dengan tepat. Dalam hal ini guru mengkaitkan kegiatan membaca dan pemahaman tentang lafal atau ucapan yang tercakup dalam tata bunyi.
2) Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, guru sekaligus juga mengajarkan bagaimana membacanya, melafalkannya, dan bagaimana ejaannya. dalam hal ini, kecuali guru mengaitkan membaca dan lafal, guru juga mengaitkannya dengan fonem, walaupun istilah tersebut tidak dinyatakan kepada siswa . Hal ini dilihat misalnya pada waktu siswa harus menuliskan kata-kata seperti, mama, mana, mata, yang maknanya berbeda-beda karena perbedaan pada /m/n/,dan /t/.
3) Pada waktu guru mengajarkan membaca kalimat, guru sekaligus mengajarkan bagaimana intonasinya, pelafalannya, tanda baca yang ada dalam bacaan. dan bagaimana membaca kalimat itu dengan memperhatikan tanda-tanda baca yang digunakan. Disamping itu, guru berkesempatan menambah kosa kata siswa dan pada waktu guru memberikan contoh membaca atau salah seorang siswa membaca, tentu saja siswa yang lain harus menyimak.
4) Pada saat guru mengajarkan menulis kalimat, guru sekaligus mengajarkan ejaan bagaimana cara menggunakan tanda baca dalam kalimat., seperti titik, koma, dan tanda tanya. Disamping itu, siswa juga diminta membaca kalimat-kalimat yang telah mereka buat, siswa yang sedang tidak membaca akan mendengarkan dengan baik atau menyimak. Jika demikian telah ada pemaduan antara menulis, membaca dan menyimak tetapi dalam hal ini tekanannya pada keterampilan menulis.
5) Pada waktu guru mengajarkan keterampilan berbicara sekaligus guru mengajarkan intonasi, lafal, dan menyimak. Mungkin setelah salah satu siswa bercerita, siswa yang lain diminta mengemukakan isi cerita itu secara singkat. Dengan demikian, pada waktu salah seorang siswa bercerita, temannya benar-benar menyimak.
6) Keterampilan menyimak dapat dipadukan dengan keterampilan berbicara maupun keterampilan menulis. Pada pembelajaran menyimak ini, dapat juga guru sengaja menggunakan atau menyelipkan kata-kata baru bagi siswa, sehingga menambah pembendaharaan kata mereka. Jika demikian, berarti guru telah memadukan menyimak, berbicara, menulis dan pembendaharaan kosa kata siswa.
7) Pada waktu guru mengajarkan kata-kata baru, guru harus selalu ingat bahwa kata-kata tersebut harus masuk dalam kalimat atau dalam bacaan (di dalam konteks). Jadi dalam hal ini, guru mengajarkan kata baru sekaligus mengajarkan bagaimana penggunaannya didalam kalimat. Dalam hal ini ada pemaduan antara kosa kata keterampilan berbahasa dan struktur.
8) Pemaduan dengan bidang-bidang studi lain seperti IPA, IPS, dan matematika dilakukan melalui penyajian tema dan materi berkaitan dengan bidang studi tersebut. Di kelas-kelas yang lebih tinggi, pembelajaran aspek-aspek keterampilan berbahasa diberikan secara terpadu.
h) Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menentuakan bahwa pengetahuan kita merupakan kontruksi ( bentukan) kita sendiri. Terkain dengan hal ini, Von Glasersfeld ( dalam suparno, 1997) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognetif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Artinya pengetahuan itu bukanlah gambaran dari dunia kenyataan tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikontruksikan dari pengalaman melalui pembentukan skema, katagori, konsep, dan struktur secara terus- menerus. Sejalan dengan ini , Lorsbach & Tobin ( dalam suparno, 1997) mengemukakan pengetahuan tidak dapat dipisahkan begitu saja dari otak seseorang ( guru) ke kepada murid, melainkan murid sendirilah harus mengertikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka. Misalnya, bila seseorang guru bermaksud mentrasfer konsep, ide atau pengertian kepada siswa, maka trasfer atau pemindahan tersebut akan diinterprestasikan dan dikonstruksikan oleh siswa lewat pengalaman kognetif , mental, dan phisiknya. Adanya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan oleh guru memperjelas bahwa pengetahuan itu tidak dapat dipisahkan begitu saja, melaikan harus dikontruksikan atau diinterprestasikan oleh siswa.
Pendekatan kontruktivisme mempunyai prinsip-prinsip antara lain :
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa yang aktif
b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa
c. Mengajar adalah membantu siswa belajar
d. Tekanan dalam mengajar terletak pada proses , bukan pada hasil akhir
e. Kurikulum menekankan pada partisipasi siswa
f. Guru adalah fasilitator dan motifator
C. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Bahasa Di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran yang telah dikembangkan oleh guru. Proses pembelajaran harus dirancang guru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses belajar, dan sistem penilaian sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Hal lain yang harus dipahami, yaitu proses belajar harus dikembangkan secara interaktif. Dalam hal ini, guru memegang peranan penting dalam menciptakan stimulus respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar lingkungannya. Siswa kelas rendah masih banyak membutuhkan perhatian karena focks konsentrasinya masih kurang, perhatian terhadap kecepatan dan aktivitas belajar juga masih kurang. Hal ini memerlukan kegigihan guru dalam menciptakan proses belajaryang lebih menarik dan efektif. Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsepkonsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi denganlingkungannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan caraberpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1) Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat di pertanggungjawabkan.
2) Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3) Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi
D. Fungsi Pendekatan
Fungsi Pendekatan bagi suatu pengajaran adalah sebagai pedoman umum dan langsung bagi langkah-langkah metode pengajaran yang akan digunakan. Pendekatan melahirkan metode, artinya metode suatu bidang studi ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Sebagai contoh pendekatan langsung melahirkan metode langsung, ataupun pendekatan komunikatif melahirkan metode komunikatif.
Bila prinsip lahir dari teori-teori bidang-bidang yang relevan, pendekatan lahir dari asumsi terhadap bidang-bidang yang relevan pula. Misalnya, pendekatan pengajaran bahasa lahir dari asumsi-asumsi yang muncul terhadap bahasa sebagai bahan ajar, asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan belajar, dan asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan mengajar. Berdasarkan asumsi-asumsi itulah kemudian muncul pendekatan pengajaran yang dianggap cocok bagi asumsi-asumsi tersebut. Asumsi terhadap bahasa sebagai alat komunikasi dan bahwa belajar bahasa yang utama adalah melalui komunikasi, lahirlah pendekatan komunikatif.
Pendekatan menurut Kosadi, dkk (1979) adalah seperangakat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989) Pendekatan adalah seperangkat korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
B. Jenis-jenis Pendekatan Pembelajaran Bahasa Pendekatan Pembelajaran Bahasa Di Kelas Rendah
a) Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pembelajaran yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai (Zuchdi dkk. 1997:32). Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pembelajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi proses pembelajaran ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri. Sejalan dengan itu, maka mata pelajaran apapun orientasinya pada pendekatan tujuan, demikian juga pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena orientasinya pada tujuan, maka pembelajarannya pun penekanannya pada tercapai tujuan. Contoh berikut ini :
Untuk subtema menulis, tujuan pembelajaran yang ditetapkan ialah “Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”. Berdasarkan pada pendekatan tujuan, maka yang penting adalah pencapaian tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Adapun bagaimana proses pembelajarannya, bagaimana metodeya, dan bagaimana teknik pembelajarannya tidak merupakan masalah yang penting.
Demikian pula kalau misalnya diajarkan subtema struktur, dengan tujuan “siswa memiliki pemahaman mengenai bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia” Tujuan tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran morfologi bahasa Indonesia.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”. Dengan “cara belajar tuntas”, berarti suatu kegiatan pembelajaran dianggap berhasil, apabila sedikitnya 85% dari jumlah siswa mengikuti pelajaran itu mengusai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif. Jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab betul minimal 75% dari soal yang diberikan oleh guru maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.
b) Pendekatan Tematik
Pendekatan tematik merupakan suatu strategi yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada pebelajar (Ariantani, 2003). Keterpaduan dapat dilihat dari segi proses, waktu, segi kurikulum, dan segi aspek belajar-mengajar. Menurut Puskur (2002) pembelajaran tematik hanya diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas rendah (kelas I dan II), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holostik), perkembangan fisiknya tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Untuk itu, strategi pembelajaran tematik hendaknya, (1) bersahabat, menyenangkan, tetapi tetap bermakna bagi anak, (2) dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, anak tidak harus didrill, tetapi ia belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Bentuk pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran terpadu, dan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Sesuai dengan perkembangan fisik dan mental siswa kelas I dan II, pembelajaran pada tahap ini menurut Ariantini (2003:1) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
• Berpusat pada siswa
• Memberikan pengalaman langsung pada anak
• Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
• Menyajikan konsep dari beberapa mata pelajaran
• Bersifat fleksibel
• Hasil belajar dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Disamping itu, pembelajaran tematis memiliki beberapa kekuatan yakni :
Pengalaman dan kegiatan belajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak
Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak
Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih terkesan dan bermakna
Mengembangkan berpikir anak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tangap terhadap gagasan.
Sedangkan peran tema dalam pembelajaran tematik menurut Puskur (2001;23), yakni :
Siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu
Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama
Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
Kompetensi berbahasa bisa dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi anak
Siswa lebih bergairah belajar karena mereka bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata, misalnya bertanya, bercerita, menulis deskripsi, menulis surat untuk mengembangkan keterampilan berbahasa, sekaligus untuk mempelajari mata pelajaran lain
Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan 2 atau 3 kali pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remidial, pemantapan atau pengayaan.
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran tematis adalah sebagai berikut :
- Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna
- Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan antara lain alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada dilingkungan
- Pilihan tema yang terdekat dengan anak
- Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai dari pada tema
Untuk lebih memantapkan pelaksanaan pembelajaran tematik ada beberapa langkah yang perlu diikuti menurut Ariantini (2003), yakni :
• Membaca dan memahami semua kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dan setiap mata pelajaran di kelas I dan II SD.
• Memilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap semester (Ariantini, 2003)
• Pilihan Tema : Diri Sendiri; Keluarga; Kegiatan Sehari-hari; Lingkungan; Tempat Umum; Pengalaman; Budi Pekerti; Kegemaran; Hiburan; Binatang; Tumbuh-Tumbuhan; Transfortasi; Kesehatan; Makanan; Pendidikan; Pekerjaan; Peristiwa; Pertanian.
c) Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang secara eksplisit tercantum dalam kurikulum 2004 GBPP Bahasa Indonesia SD. Pendekatan komunikatif lahir disebabkan oleh terlalu lamanya situasi pengajaran bahasa diwarnai oleh pendekatan struktural. Di samping itu, ada kebutuhan yang mendesak untuk memusatkan perhatian pada “kemampuan komunikatif”. (Muchlisoh, 1993:7). Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Tampak bahwa bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi lebih luas lagi, yakni sarana berkomunikasi. Ini berarti, bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yakni fungsi komunikasi.
Menurut Littiewood (dalam Rofi’uddin, 1999:23) pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa :
• Pendekatan komuikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa tidak terbatas pada tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga pada fungsi komunikasi bahasa.
• Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa pembelajaran bahasa, tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana bentuk-bentuk bahasa itu, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara-cara menerapkan bentuk-bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Munculnya pendekatan komunikatif inilah yang menandai perubahan pandangan pengajaran bahasa dari “struktural” ke “fungsional”. Perbedaan pendekatan komunikatif dan pendekatan struktural menurut Muchlisoh, dkk, (1993) adalah pendekatan struktural menuntut ketepatan pengucapan dan menunda latihan kelancaran, sedangkan pendekatan komunikatif lebih mengutamakan kelancaran berkomunikasi, ketepatan komunikasi serta perbaikan struktur dapat dilakukan dalam pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dengan menggunakan pendekatan komunikatif lebih tepat dilihat sebagai sesuatu yang berkenaan dengan apa yang dapat dilakukan (fungsi) atau berkenaan dengan makna apa yang dapat diungkapkan (nosi) melalui bahasa, bukannya berkenaan dengan butir-butir tata bahasa (struktural). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Meley (dalam Brumfit, 1986) bahwa kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Dengan demikian, pendekatan komunikatif adalah pendekatan pengajaran bahasa yang sasaran akhirnya adalah kemampuan berkomunikasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penerapan pendekatan berkomunikatif bertujuan agar siswa mampu berkomunikasi dan mampu menggunakan bahasa secara baik, benar, dan secara nyata dan wajar, serta dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan keadaan. Di samping itu kemampuan komunikasi menuntut adanya kemampuan gramatika, kemampuan sosiolinguistik, kemampuan wacana, dan kemampuan strategi. Dalam proses pembelajaran, guru hanya berfungsi sebagai komunikator, fasilitator, dan motivator. Sehubungan dengan itu, yang menjadi acuan adalah kebutuhan siswa untuk dapat berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Sugono (1993:7) mengatakan bahwa pembelajaran bahasa sebagai alat komunikasi akan menarik minat siswa didesak oleh kebutuhannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, untuk memenuhi atau meningkatkan keterampilan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi itu, pembelajaran bahasa yang paling tepat adalah menggunakan pendekatan komunikatif.
Sehubungan dengan itu, penerapan pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa Indonesia menurut Kaseng (1989:45) berpedoman pada lima prinsip, yaitu : (1) mengutamakan pelaksanaan isi kurikulum, bukan penyelesaian jenjang demi jenjang; (2) bertolak dari komunikasi dan berlanjut pada penyajian butir linguistik; (3) memberikan penekanan pada faktor ekstrinsik bahasa; (4) mementingkan dan mengkutsertakan tanggung jawab siswa; (5) mengubah peran guru menjadi fasilitator, peserta, peneliti dalam kegiatan belajar-mengajar.
Untuk dapat merancang materi pengajaran yang mengacu pada pendekatan komunikatif (Brown 1994 dalam Sato1999), guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
• Tujuan pembelajaran didalam kelas difokuskan pada semua komponen dari kemampuan berkomunikasi
• Teknik dalam pembelajaran bahasa dirancang untuk melibatkan siswa dalam penggunaan bahasa yang pragmatis, autentik, fungsional dan bermakna,
• Kelancaran dan ketepatan berbahasa yang dapat melandasi teknik-teknik komunikatif,
• Siswa pada akhirnya harus menggunakan bahasa, baik secara produktif maupun reseptif.
Untuk lebih mengoperasionalkan pendekatan komunikatif ke dalam metode dan strategi di kelas, Brumfilt (1986) mengemukakan lima prinsip metode komunikatif, yakni :
Ketahuilah apa yang anda kerjakan
Keseluruhan lebih penting dari bagian-bagiannya
Proses sama pentingnya dengan bentuk bahasa yang dihasilkan
Untuk mempelajari sesuatu, kerjakanlah hal itu
Kekeliruan bukanlah suatu kesalahan
Finocchiaro dan Brumfit (dalam Akhadiah M.K, 1992:34) mengemukakan ciri-ciri pendekatan komunikatif, sebagai berikut :
1. Mengutamakan makna
2. Dialog jika digunakan, berpusat disekitar fungsi komunikas dan tidak dihafalkan
3. Kontekstualisasi sangat penting
4. Belajar berbahasa ialah belajar belajar berkomunikasi
5. Pegucapan harus dapat dimengerti
6. Kegiatan komunikasi dianjurkan sejak dini
7. Penggunaan bahasa ibu diperbolehkan jika diperlukan
8. Terjemahan juga dapat digunakan bila diperlukan
9. Membaca dan menulis dimulai pada hari pertama jika dikehendaki
10. Sistem bahasa target dipelajari melalui proses belajar berkomunikasi
11. Kemampuan komunikasi merupakan tujuan sama
12. Variasi bahasa merupakan konsep utama dalam materi dan metode
13. Urutan ditentukan oleh berbagai pertimbangan tentang isi, fungsi, atau makna yang dapat menarik minat
14. Guru menolong siswa dengan berbagai cara yang dapat memotivasi siswa menggunakan bahas
15. Bahasa dibentuk oleh siswa dan kerap kali dengan banyak membuat kesalahan
16. Kelancaran dan bahasa yang berterima adalah tujuan utama
17. Siswa diharapkan berinteraksi dengan orang lain
18. Motivasi intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang dikomunikasikan.
d) Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa, yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai perangkat kaidah. Atas dasar anggapan tersebut, maka pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Pembelajaran bahasa dititik beratkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercangkup dalam fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola-pola gabungan kata, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting.
e) Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan didasarkan pada asumsi bahwa belajar merupakan proses mengubah tingkah laku, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dalam kegiatan belajar perwujudan dari pendekatan keterampilan proses adalah CBSA. CBSA merupakan pendekatan dalam proses belajar-mengajar yang mengutamakan aktivitas mental psikologis siswa, siswa berperan sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran sedangkan guru berfungsi sebagai pembimbing, pengamat, dan memberikan bantuan apabila diperlukan. Tarigan (dalam supriyadi, 1991 : 34) mengemukakan prinsip CBSA, yaitu :
• Belajar lebih dipentingkan dari pada mengajar
• Siswa dipandang sebagai subjek, bukan objek dalam kegiatan belajar-mengajar
• Melalui pertisipasi (ketika guru menjelaskan siswa cermat mendengarkan, bertanya, mendebat, menambah, contoh, dan ilustrasi, mengembagkan pikiran, mangalami, mencoba, dan melaksanakan atau mempraktekkan sesuatu yang dipelajari siswa) akan menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap.
prinsip belajar siswa aktif sejalan dengan semboyan pendidikan nasional, yakni “Tut Wuri Handayani” artinya para siswa diberikan keluasaan untuk menentukan kegiatan belajar sendiri tanpa harus dijejali dengan berbagai ilmu pengetahuan oleh gurunya. Adapun penerapan konsep CBSA dalam pengajaran menulis akan diuraikan dalam kegiatan siswa, kegiatan guru, iklim belajar, dan program belajar.
1. Kegiatan Siswa
Sejalan dengan penerapan konsep keterampilan proses, maka dalam kegiatan belajar para siswa diberikan kesempatan untuk mengamati objek yang akan ditulinya sesuai dengan tema atau topik karangan. Misalnya apabila terdapat kata-kata yang tidak dimengerti, para siswa dapat mencari dalam kamus yang telah disediakan oleh guru atau kalau masih belum jelas siswa dapat menanyakan kepada teman, bahkan kepada guru bila perlu.
2. Kegiatan Guru
Guru adalah teman belajar siswa yang harus mampu memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan kepada para siswa. Guru berperan sebagai fasilitator, artinya menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh siswa demi kelancaran kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar menulis, guru hendaknya dapat menciptaka iklim belajar yang kondusif untuk melakukan kegiatan belajar menulis. Misalnya, siswa diberikan pokok-pokok kalimat yang harus dikembangkan dengan menggunakan pilihan kata yang disediakan.
f) Pendekatan Integretif (Holistik)
Pendekatan integratif merupakan pendekatan pembelajaran bahasa dengan cara berpikir menyeluruh, yang menghubungkan semua aspek keterampilan berbahasa sebagai kesatuan yang bermakna (Routman, 1991:276). Selain itu, Djiwandono (1996:10) mengataka bahwa pendekatan integrative merupakan penggabungan dari bagian-bagian dan komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk bahasa. Dalam pembelajaran bahasa, materi pembelajaran bahasa disajikan secara terpadu, yaitu terpadu antar-materi dalam pembelajaran bahasa dan berpijak pada satu tema tertentu. Pendekatan integratif menurut Pappas (1990) berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut
• Siswa aktif dan merupakan pengajaran yang bersifat konstruktif
• Bahasa digunakan untuk bermacam-macam pola;
• Pengetahuan diorganisasikan dan dibentuk oleh pembelajar secara individual melalui interaksi sosial.
Sedangkan pendekatan integrative berdasarkan paham filosofi Whole Language, memandang bahwa belajar bahasa menjadi mudah apabila :
Bersifat holistik, realistis, relevan
Bermakna dan fungsional
Tidak terlepas dari konteks pemakaiannya (Weaver,1990:5)
Untuk menciptakan proses pengajaran bahasa yang mudah dipelajari, Goodman (1986:8) menyatakan bahwa pengajaran bahasa dilangsungkan secara whole language dengan memperhatikan sejumlah kenyataan, yaitu :
a. Bahasa harus nyata (alamiah)
b. Bersifat menyeluruh
c. Logis
d. Menarik
e. Relevan dengan pebelajar
f. Menjadi milik pebelajar
g. Menggunakan bagian dari peristiwa nyata
h. Diperlukan masyarakat
i. Sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pebelajar
j. Dapat dimengerti dan digunakan pebelajar
Untuk mengoptimalkan keterpaduan antara pembelajaran bahasa dengan pendekatan integrative, Buscing dan Chwartz (1983) mengemukakan tiga prinsip, yaitu :
a. Keefektipan komunikasi secara luas sebagai tujuan pengajaran di sekolah dasar
b. Memaksimalkan hubungan antar keterampilan berbahasa
c. Situasi pengajaran bahasa menurut konteks
g) Pendekatan Terpadu
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dikelas-kelas rendah, keterampilan tersebut dapat diwujudkan sebagai berikut :
1) Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, sekaligus guru mengajarkan bagaimana melafalkannya (mengucapkannya) dengan tepat. Dalam hal ini guru mengkaitkan kegiatan membaca dan pemahaman tentang lafal atau ucapan yang tercakup dalam tata bunyi.
2) Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, guru sekaligus juga mengajarkan bagaimana membacanya, melafalkannya, dan bagaimana ejaannya. dalam hal ini, kecuali guru mengaitkan membaca dan lafal, guru juga mengaitkannya dengan fonem, walaupun istilah tersebut tidak dinyatakan kepada siswa . Hal ini dilihat misalnya pada waktu siswa harus menuliskan kata-kata seperti, mama, mana, mata, yang maknanya berbeda-beda karena perbedaan pada /m/n/,dan /t/.
3) Pada waktu guru mengajarkan membaca kalimat, guru sekaligus mengajarkan bagaimana intonasinya, pelafalannya, tanda baca yang ada dalam bacaan. dan bagaimana membaca kalimat itu dengan memperhatikan tanda-tanda baca yang digunakan. Disamping itu, guru berkesempatan menambah kosa kata siswa dan pada waktu guru memberikan contoh membaca atau salah seorang siswa membaca, tentu saja siswa yang lain harus menyimak.
4) Pada saat guru mengajarkan menulis kalimat, guru sekaligus mengajarkan ejaan bagaimana cara menggunakan tanda baca dalam kalimat., seperti titik, koma, dan tanda tanya. Disamping itu, siswa juga diminta membaca kalimat-kalimat yang telah mereka buat, siswa yang sedang tidak membaca akan mendengarkan dengan baik atau menyimak. Jika demikian telah ada pemaduan antara menulis, membaca dan menyimak tetapi dalam hal ini tekanannya pada keterampilan menulis.
5) Pada waktu guru mengajarkan keterampilan berbicara sekaligus guru mengajarkan intonasi, lafal, dan menyimak. Mungkin setelah salah satu siswa bercerita, siswa yang lain diminta mengemukakan isi cerita itu secara singkat. Dengan demikian, pada waktu salah seorang siswa bercerita, temannya benar-benar menyimak.
6) Keterampilan menyimak dapat dipadukan dengan keterampilan berbicara maupun keterampilan menulis. Pada pembelajaran menyimak ini, dapat juga guru sengaja menggunakan atau menyelipkan kata-kata baru bagi siswa, sehingga menambah pembendaharaan kata mereka. Jika demikian, berarti guru telah memadukan menyimak, berbicara, menulis dan pembendaharaan kosa kata siswa.
7) Pada waktu guru mengajarkan kata-kata baru, guru harus selalu ingat bahwa kata-kata tersebut harus masuk dalam kalimat atau dalam bacaan (di dalam konteks). Jadi dalam hal ini, guru mengajarkan kata baru sekaligus mengajarkan bagaimana penggunaannya didalam kalimat. Dalam hal ini ada pemaduan antara kosa kata keterampilan berbahasa dan struktur.
8) Pemaduan dengan bidang-bidang studi lain seperti IPA, IPS, dan matematika dilakukan melalui penyajian tema dan materi berkaitan dengan bidang studi tersebut. Di kelas-kelas yang lebih tinggi, pembelajaran aspek-aspek keterampilan berbahasa diberikan secara terpadu.
h) Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menentuakan bahwa pengetahuan kita merupakan kontruksi ( bentukan) kita sendiri. Terkain dengan hal ini, Von Glasersfeld ( dalam suparno, 1997) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognetif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Artinya pengetahuan itu bukanlah gambaran dari dunia kenyataan tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikontruksikan dari pengalaman melalui pembentukan skema, katagori, konsep, dan struktur secara terus- menerus. Sejalan dengan ini , Lorsbach & Tobin ( dalam suparno, 1997) mengemukakan pengetahuan tidak dapat dipisahkan begitu saja dari otak seseorang ( guru) ke kepada murid, melainkan murid sendirilah harus mengertikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka. Misalnya, bila seseorang guru bermaksud mentrasfer konsep, ide atau pengertian kepada siswa, maka trasfer atau pemindahan tersebut akan diinterprestasikan dan dikonstruksikan oleh siswa lewat pengalaman kognetif , mental, dan phisiknya. Adanya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan oleh guru memperjelas bahwa pengetahuan itu tidak dapat dipisahkan begitu saja, melaikan harus dikontruksikan atau diinterprestasikan oleh siswa.
Pendekatan kontruktivisme mempunyai prinsip-prinsip antara lain :
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa yang aktif
b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa
c. Mengajar adalah membantu siswa belajar
d. Tekanan dalam mengajar terletak pada proses , bukan pada hasil akhir
e. Kurikulum menekankan pada partisipasi siswa
f. Guru adalah fasilitator dan motifator
C. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Bahasa Di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran yang telah dikembangkan oleh guru. Proses pembelajaran harus dirancang guru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses belajar, dan sistem penilaian sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Hal lain yang harus dipahami, yaitu proses belajar harus dikembangkan secara interaktif. Dalam hal ini, guru memegang peranan penting dalam menciptakan stimulus respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar lingkungannya. Siswa kelas rendah masih banyak membutuhkan perhatian karena focks konsentrasinya masih kurang, perhatian terhadap kecepatan dan aktivitas belajar juga masih kurang. Hal ini memerlukan kegigihan guru dalam menciptakan proses belajaryang lebih menarik dan efektif. Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsepkonsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi denganlingkungannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan caraberpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1) Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat di pertanggungjawabkan.
2) Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3) Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi
D. Fungsi Pendekatan
Fungsi Pendekatan bagi suatu pengajaran adalah sebagai pedoman umum dan langsung bagi langkah-langkah metode pengajaran yang akan digunakan. Pendekatan melahirkan metode, artinya metode suatu bidang studi ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Sebagai contoh pendekatan langsung melahirkan metode langsung, ataupun pendekatan komunikatif melahirkan metode komunikatif.
Bila prinsip lahir dari teori-teori bidang-bidang yang relevan, pendekatan lahir dari asumsi terhadap bidang-bidang yang relevan pula. Misalnya, pendekatan pengajaran bahasa lahir dari asumsi-asumsi yang muncul terhadap bahasa sebagai bahan ajar, asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan belajar, dan asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan mengajar. Berdasarkan asumsi-asumsi itulah kemudian muncul pendekatan pengajaran yang dianggap cocok bagi asumsi-asumsi tersebut. Asumsi terhadap bahasa sebagai alat komunikasi dan bahwa belajar bahasa yang utama adalah melalui komunikasi, lahirlah pendekatan komunikatif.
Leave a Comment