Kontruktivisme dan Humanisme
Paradigma Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Kontruktivisme merupakan respon terhadap berkembangnya harapan- harapan baru berkaitan dengan proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa dalam merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri. Kontruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi ( bentukan ) kita sendiri. Von Glasfeld mengemukakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan, melainkan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang ( pengalaman ). Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ( guru ) ke kepala orang lain ( siswa). Siswa sendirilah yang mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka. Setiap siswa harus memiliki kemampuan untuk memperdayakan fungsi- fungsi psikis dan mental yang dimilikinya.
Von Glasersfeld ( 1987 ) memberikan penekanan tentang 3 hal mendasar berkaitan dengan pemahaman terhadap gagasan knstruktivisme, yaitu:
• Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
• Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan strukstur yang perlu untuk pengetahuan.
• Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila berhadapan dengan pengalaman- pengalaman seseorang.
2.2 Implikasi Konstruktivisme dalam pembelajaran
Belajar merupakan suatu proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental siswa yang aktif. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal prinsip yang berkaitan dengan pemahaman belajar, yaitu:
• Belajar berarti membentuk makna atau hasil bentukan siswa sendiri yang bersumber dari apa yang mereka lihat, rasakan, alami.
• Konstruksi merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis.
• Secara substansial, belajar bukanlah aktivitas menghimpun fakta atau informasi, akan tetapi lebih kepada upaya pengembangan pemikiran baru.
• Proses yang sebenarnya terjadi ketika skema pemikiran seseorang dalam keraguan yang menstimulir pemikiran lebih lanjut.
• Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa tentang lingkungannya.
• Hasil belajar siswa tergantung dari apa yang telah ia ketahui, baik berkenaan dengan pengertian, konsep, formula dan sebagainya.
Konstruktivisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta. Dalam proses pembelajaran siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya sendiri.
Karena siswa yang aktif berperan membangun pengetahuan dan pemahamannya sendiri, maka setiap siswa harus mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ia miliki. Siswa hendaknya mengetahui karakteristik belajarnya, bagaimana cara yang ia anggap sesuai untuk membangun pengetahuannya yang seringkali berbeda dengan cara yang digunakan oleh individu- individu yang lain. Sehingga guru dituntut untuk memahami karakteristik perbedaan siswa di kelas agar dapat memilih model- model pembelajaran yang aplikatif sesuai tipologi belajar siswa di kelas tersebut.
Meskipun menurut pandangan konstruktivis upaya membangun pengetahuan dilakukan oleh siswa melalui kegiatan belajar yang ia lakukan, namun peran guru tetap menempati arti penting dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan ini, mengajar memang tidak hanya diartikan menyampaikan informasi, akan tetapi lebih menitikberatkan perannya sebagai mediator dan fasilitator. Fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa wujud tugas sebagai berikut:
• Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
• Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan—gagasannya serta ide- ide ilmiahnya.
• Memonitor, mengevaluasi dan menunjukan apakah pemikiran siswa dapat didorong secara aktif.
Dari uraian tersebut, terdapat beberapa prinsif dasar pembelajaran konstruktivisme, yaitu: Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, tekanan proses belajar terletak pada siswa, mengajar adalah membantu siswa belajar, penekanan dalam proses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir, kurikulum menekankan partisipasi siswa, guru adalah fasilitator.
Atas
prinsif tersebut, Brooks ( 1993 ) mengatakan perbedaan situasi pembelajaran
tradisional dengan pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut :
Dimensi
|
Pembelajaran Tradisional
|
Pembelajaran Konstruktivisme
|
Ruang lingkup pembelajaran
|
Disajikan secara terpisah, bagian
perbagian dengan penekanan pada pencapaian keterampilan dasar
|
Disajikan secara utuh dengan
penjelasannya tentang keterkaitan antarbagian, dengan penekanan pada konsep
utama
|
Kurikulum
|
Harus diikuti sampai habis
|
Pertanyaan dan konstruksi jawaban
siswa adalah penting
|
Kegiatan pembelajaran
|
Berdasarkan buku teks yang sudah
ditemukan
|
Berdasarkan beragam sumber
informasi, primer dan materi- materi yang dapat dimanipulasi langsung oleh
siswa
|
Kedudukan siswa
|
Dilihat sebagai sumber kosong
tempat ditumpahkannya semua pengetahuan dari guru.
Guru mengajar dan menyebarkan
informasi keilmuan kepada siswa.
|
Siswa dilihat sebagai pemikir yang
mampu mengahsilkan teori tentang dunia dan kehidupan
Guru bersikap interaktif dalam
pembelajaran, menjadi fasilitator dan mediator bagi siswa
|
Penyelasaina masalah pembelajaran
|
Selalu mencari jawaban yang benar
untuk memvalidasi proses belajar siswa
|
Guru mencoba mengerti persepsi siwa
agar dapat melihat pola pikir siswa dan apa yang sudah diperoleh siswa untuk
pembelajaran selanjutnya
|
Penilaian proses pembelajaran
|
Merupakan bagian terpisah dari
pembelajaran dan hampir selalu dalam bentuk tes/ ujian
|
Merupakan bagian integral dalam
pembelajaran, dilakukan melalui observasi guru terhadap hasil kerja melalui
pameran karya siswa dan portofolio
|
Aktivitas belajar siswa
|
Siswa lebih banyak belajar sendiri
|
Lebih banyak belajar dalam kelompok
|
Konsep Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Menurut jean piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak- kotak yang masing- masing mempunyai makna yang berbeda- beda. Oleh karena itu, pada saat belajar sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi dan proses adaptasi.
Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam kotak.
Proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, yakni asimilasi ( penggabungan pengetahuan satu dengan laiinya). Kedua, mengubah struktur pengetahuan lama dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadinya keseimbangan ( equilibrum ). Piaget mengemukakan bahwa terdapat empat proses dasar ( Nurhadi dkk., 2004 ) yaitu skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.
Pertama, Skema. Secara sederhana skema dapat dipandang sebagai kumpulan konsep atau kategori yang digunakan individu ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Skemata ini senantiasa berkembang dengan demikian, skemata adalah struktur kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Proses yang menyebabkan adanya perubahan tersebut adalah asimilasi dan akomodasi.
Kedua, Asimilasi. Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika seseorang memadukan stimulus atau persepsi kedalam skemata atau perilaku yang sudah ada. Asimilasi pada dasarnya tidak mengubah skemata, tetapi mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan skemata, asimilasi terjadi secara kontinu.
Ketiga, Akomodasi. Akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Struktur kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya skemata baru dan berubahnya skemata lama.
Keempat, Keseimbangan ( equilibrium ). Dalam proses adaptasi terhadapa lingkungan, individu berusaha untuk mencapai struktur mental atau skemata yang stabil/ seimbang
Proses adaptasi juga dipengaruhi oleh faktor herediter dan lingkungan, sehingga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan asilmilasi, akomodasi dan keseimbangan. Proses adaptasi manusia dalam menghadapi pengetahuan juga ditentukan oleh fase perkembangan kognitifnya. Jean piaget membagi fase perkembangan manusia kedalam empat fase perkembangan yaitu: periode sensorimotor ( usia 0-18/ 24 bulan ), periode preoperational ( 2-7 tahun ), periode operasional konkret ( usia 7-11 tahun ), periode operasional formal ( lebih dari 11 tahun ).
Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses belajar secara psikososial sebagai proses yang lebih tingggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interakssi sosial bagi perekembangan belajar seseorang. Vygotsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Dalam belajar zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih antara apa yang bisa dikerjakan seseorang dengan kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Maksimalnya perkembangan zone proximal ini tergantung pada intensifnya interaksi seseorang dengan lingkungan sosial.
Menurut Vygotsky, pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif telah melahirkan konsep perkembangan kognitif yang berkaitan erat dengan perkembangan bahasa, karena bahasa merupakan kekuatan bagi perkembangan mental manusia.
Ide dasar lain dari teori belajar vygotsky adalah scalffolding. Scalffolding adalah memberikan dukungan atau bantuan kepada seseorang anak yang sedang pada awal belajar, kemudian sedikit demi sedikit mengurangi bantuan atau dukungan tersebut setelah anak mampu untuk memecahkan masalah dari tugas yang dihadapinya. Ini ditunjukan agar anak dapat belajar mandiri. Konstruktivisme juga memiliki strategi belajar.
Pendekatan belajar konstruktivisme memiliki beberapa strategi dalam proses belajar. Strategi- strategi belajar slavin, 1994 ( dalam suprihatiningsih, 2013 ) tersebut adalah:
Top Down Processing. Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan kemudian menampilkan atau menghasilkan keterampilan yang dibutuhkan.
Coorperative Learning. Yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar, dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep- konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang masalah yang dihadapi. Siswa belajar dalam berkelompok untuk saling membantu memecahkan masalah yang dihadapi.
Generative Learning. Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata.
Selain strategi belajar, terdapat pula model- model pembelajaran berdasarkan prinsip- prinsip kontstruktivisme. Dalam proses belajar siswa adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri dengan pengetahuan berdasarkan pengalaman- pengalaman yang dimilikinya. Beberapa model pembelajaran yang didasarkan pada konstruktivisme adalah:
Discovery Learning
Siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar aktif melalui konsep- konsep, prinsip- prinsip dan guru mendorong siswa untuk mempunyai pengalaman- pengalaman dan menghubungkan pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip bagi diri mereka sendiri. Model ini mempunyai beberapa keuntungan dalam belajar, antara lain siswa memiliki motivasi dari dalam diri sendi untuk menyelasaikan pekerjaanya sampai mereka menemukan jawaban- jawaban atas masalah yang dihadapinya serta siswa juga belajar untuk mandiri dalam memecahkan masalah dan memiliki keterampilan kritis, karena mereka harus menganalisis dan mengelola informasi.
Reception Learning
Para penganut teori resepsi ini menyatakan bahwa guru mempunyai tugas untuk menyusun situasi pembelajaran, memilih materi sesuai bagi siswa, kemudian mempresentasikannya dengan baik pelajaran yang dimulai dari umum ke yang spesifik.
Assisted Learning
Mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan kognitif individu. Vygotsky menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi dan percakapan seorang anak dengan lingkungan sekitarnya, baik dengan teman sebaya, orang dewasa, ataupun orang lain yang berada di lingkungannya. Orang lain tersebut adalah sebagai guru atau pembimbing yang memberikan informasi dan dukungan penting yang dibutuhkan anak untuk menumbuhkan intelektualitasnya. Orang dewasa sebagai pemberi perhatian dan bimbingan terhadap apa yang dilakukan, dikatakan, atau dipilkirkan anak, sehingga anak mengetahui manakah yang benar dan manakah yang salah. Dengan demikian seorang anak “tidak sendirian” dalam menemukan dunianya sebagai bagian proses perkembangan kognitifnya.
Active Learning
Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Menurut silberman, cara belajar dengan cara mendengarkan akan lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, mendengar, diskusi dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, dan menarik.
The Accelerated Learning
Konsep dasar pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini, Dave Meier menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelasa menggunakan pendekatan somatic, auditory, visual, dan intellectual ( SAVI ). Somatik dimaksudkan sebagai learning by moving and doing ( belajar dengan bergerak dan berbuat ). Auditoy adalah Learning by talking and hearing ( belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual adalah Learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan ). Intelectual adalah Learning by problem solving and reflecting ( belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
Quantum Learning
Mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan kedalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis dan emosi siswa menjadi satu kesatuan kekuatan yang integral. Dalam praktik model ini bersandar pada asas utama “bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”.
Contextual Teaching and Learning ( CTL )
Konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari hari. Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi, mengelola kelas dengan baik.
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya.
Konsep Belajar Humanistik
Konsep belajar humanisme adalah suatu gagasan, ide, atau pokok- pokok pikiran mengenai belajar dengan mendasar pada aliran humanisme, yaitu memfokuskan pada peran pendidikan dalam meningkatkan sifat kemanusiaan. Sebagaimana terkait dengan prinsip psikologi pendidikan yang memiliki dua prinsip dalam proses pembelajaran di sekolah, diantaranya:
1) Memfokuskan pada peran pendidikan dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa.
2) Lebih memfokuskan pada hal efektif, bagaimana belajar dan meningkatkan kreativitas dan potensi manusia.
Dan konsep humanisme termasuk kedalam prinsip yang kedua. Yang penting dalam pendidikan humanistik untuk meningkatkan prinsip psikologi tersebut adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar ( self regulated learning ) apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar.
Sebagaimana terkait dengan prinsip- prinsip belajar yaitu:
1) Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan eksplorasi, dan mengasimilasi pengalaman baru.
2) Belajar akan bermakna apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhhan anak.
3) Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal, seperti hukuman, sikap merendahkan diri, mencemoohkan, dsb.
4) Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi baik intelektual maupun perasaan.
5) Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri sendiri, diperkuat dengan penilaian diri sendiri penilaian dari luar maupun hal yang sekunder.
Salah satu karakteristik yang harus ada pada diri guru adalah kemampuan memotivasi belajar siswa. Juga harus memiliki sikap empati, terbuka, keaslian, kekonkretan, dan kehangatan.
Sehingga konsep ini memandang bahwa belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada diantaranya yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu pendekatan humanistik dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi dan perasaan, komunikasi yang terbuka, dan nilai nilai yang dimiliki oleh setiap siswa seperti nilai- nilai kerjasama, saling membantu dan menguntungkan, kejujuran, dan kreativitas sehingga siswa menjadi individu yang bertanggungjawab, penuh perhatian terhadap lingkungannya, mempunyai kedewasaan emosi dan spiritual dengan dipengaruhi oleh seminimal mungkin bimbingan dari guru.
Leave a Comment