PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI KEMAMPUAN BERTANYA PADA ANAK SEKOLAH DASAR
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS
MAHASISWA
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MELALUI KEMAMPUAN BERTANYA
PADA ANAK SEKOLAH DASAR
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GAGASAN TERTULIS
Disusun oleh
Roebi Abdoeloh; 1805092; 2018
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Berpikir kritis adalah seni
menganalisis gagasan berdasarkan penalaran logis. Berpikir kritis bukanlah
berpikir lebih keras, melainkan berpikir lebih baik. Seseorang yang mengasah
kemampuan berpikir kritisnya biasanya memiliki tingkat keingintahuan
intelektual (intellectual curiosity) yang tinggi. Dengan kata lain,
mereka rela menginvestasikan waktu dan tenaganya untuk mempelajari segala
fenomena yang ada di sekitarnya. Orang-orang semacam ini kerap dianggap
skeptis, namun sebenarnya luar biasa cerdas. Dibutuhkan ketekunan,
kedisiplinan, motivasi, serta kemauan untuk menganalisis kelebihan dan
kekurangan, dan tidak semua orang bisa melakukannya.
Berpikir
kritis merupakan sebuah pola pikir yang memungkinkan manusia menganalisa
masalah berdasarkan data yang relevan sehingga dapat mencari kemungkinan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan yang terbaik. Dalam seminar pendidikan dan
pemikiran kritis pada tahun 1941, Edward Glaser menjelaskan tiga hal yang
terlibat dalam pembentukan kemampuan berpikir kritis: (1) Pemahaman berpikir
santun untuk setiap permasalahan yang datang, yang ada pada rentang pengetahuan
yang dimilik olehnya; (2) Pengetahuan dan keingintahuan; dan (3)
Kemampuan-kemampuan lain untuk menerapkan kemampuan berpikir.
Dalam
artikel Using writing to develop and assess critical thinking. Teaching of
Psychology, Wade menjelaskan bahwa ada delapan karakteristik dalam berpikir
kritis, sebagai berikut: (1) Kegiatan dalam merumuskan pertanyaan; (2)
Melakukan pembatasan masalah; (3) Menguji data-data yang diperoleh; (4)
Menganalisis berbagai pendapat dan bias; (5) Menghindari pertimbangan yang
sangat emosional; (6) Menghindari penyederhanaan yang berlebihan; (7)
Mempertimbangkan berbagai interpretasi; dan (8) Mentoleransi ambiguitas.
Pada tahun
1987, dalam presentasinya di 8th Annual International Conference on Critical
Thinking and Education Reform, Michael Scriven & Richard Paul
menjelaskan bahwa berpikir kritis melibatkan proses yang secara aktif dan penuh
kemampuan untuk membuat konsep, menerapkan, menganalisa, menyarikan, dan
mengamati sebuah masalah yang diperoleh ataupun diciptakan dari pengamatan,
pengalaman, komunikasi dan lain sebagainya. Ada 2 komponen yang membentuk
kemampuan berpikir kritis. yaitu: Kemampuan untuk menghasilkan dan memproses
informasi atau kepercayaan.
Dari hasil
observasi, saya masih banyak siswa sekolah dasar yang kurang memperhatikan
lingkungan karena ketidaktahuan akan pentingnya menjaga lingkungan tetap bersih
dan lestari. Hal tersebut saya kaitkan dengan sikap kritis karena pada dasarnya
sikap kritis bukanlah banyak bicara melainkan dengan adanya pertanyaan jika
lingkungan tersebut dibiarkan apa yang akan terjadi. Disadari atau tidak,
manusia kerap membuat asumsi terhadap hampir semua hal yang ditangkap panca
indranya serta merasa cukup dengan pengethauan yang dimilki. Sehingga sikap
acuh terhadap lingkungan timbul karena berasumsi masih ada orang lain atau
pemerintah yang mengawasi lingkungan.
Asumsi adalah fondasi kerangka
berpikir kritis seseorang. Manusia cenderung menilai kebenaran informasi berdasarkan
sumbernya. Informasi dari sumber yang terpercaya akan langsung dianggap sebagai
kebenaran, begitu pula sebaliknya. Meski lebih menghemat waktu dan tenaga,
kebiasaan ini akan melemahkan kemampuan analisis. Maka dari itu saya membuat
gagasan kemampuan berpikir kritis supaya meningkat kemampuan bertanya peserta
didik.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Penulisan
Tujuan penulisan proposal PKM-GT ini
adalah untuk memberikan informasi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis
kepada peserta didik di Sekolah Dasar melalui kemampuan bertanya tingkat dasar.
Hasil proposal gagasan tertulis ini
ditujukan bagi pemerintah dan pihak penyelenggara. Proposal ini diharapkan
dapat memberikan gambaran mengenai proses peningkatan kemampuan berpikir
melalui MATA (Kemampuan Bertanya) dan dapat dijadikan solusi yang efektif untuk
menumbuhkan sikap simpati.
BAB II
GAGASAN
-
Kondisi Singkat
Berhubungan Dengan Kemampuan Berpikir Kritis
Jeff Bezos, CEO situs Amazon.com dikenal memahami
keuntungan berpikir beberapa langkah lebih maju. Ia pernah berkata kepada Wired
Magazine: "Jika Anda mengembangkan sesuatu untuk diluncurkan tiga tahun
lagi, maka Anda akan berkompetisi dengan banyak orang. Namun jika Anda bersedia
menginvestasikan waktu dan tenaga untuk mengembangkan sesuatu yang akan diluncurkan
tujuh tahun lagi, Anda hanya akan berhadapan dengan sepersekian dari
orang-orang tersebut. Mengapa demikian? Karena tidak banyak perusahaan yang mau
melakukannya." Kindle pertama kali diluncurkan pada 2007 setelah lebih
dari tiga tahun dikembangkan. Pada awal pengembangannya, tak seorang pun
membayangkan bahwa buku bisa dihadirkan dalam bentuk nonfisik.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
tidak lepas dari kegiatan berpikir. Menurut Plato berpikir adalah berbicara
dalam hati. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa berpikir merupakan proses
kejiwaan yang menghubung-hubungkan atau membanding-bandingkan antara situasi
fakta, ide atau kejadian dengan fakta, ide atau kejadian lainnya. Setelah
proses berpikir itu seseorang memperoleh suatu kesimpulan hasil pemikirannya.
Menurut Dewey dalam Kokom Komalasari, berpikir dimulai apabila seseorang
dihadapkan pada suatu masalah (perplexity) dan menghadapi sesuatu yang
menghendaki adanya jalan keluar. Situasi yang menghadapi adanya jalan keluar
tersebut, mengundang yang bersangkutan untuk memanfaatkan pengetahuan,
pemahaman, atau keterampilan yang sudah dimilikinya terjadi suatu proses
tertentu di otaknya sehingga ia mampu menemukan sesuatu yang tepat dan sesuai
untuk digunakan mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan
demikian yang bersangkutan melakukan proses yang dinamakan berpikir. Costa
menyatakan bahwa berpikir terdiri atas kegiatan atau proses berikut: (1)
menemukan hukum sebab akibat; (2) Pemberian makna terhadap sesuatu yang baru;
(3) Mendeteksi keteraturan di antara fenomena; (4) penentuan kualitas bersama
(klasifikasi); dan (5) menemukan ciri khas suatu fenomen. Hal senada tentang
berpikir diungkapkan oleh Robert L. Solso, dimana ia menyatakan bahwa berpikir
adalah proses yang membentuk representasi mental baru melalui transformasi
informasi oleh interaksi kompleks dari atribut mental yang mencakup
pertimbangan, pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis,
pembentukan konsep kreativitas dan kecerdasan.
Lilisari yang dikutip oleh
Hasanudin mengemukakan bahwa berpikir secara umum dianggap sebagai proses
kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Proses kognitif anak
mengalami tingkatan perkembangan yang teratur dan berurutan sesuai dengan umur
anak. Seperti disebutkan oleh Piaget mengemukakan bahwa setiap individu
mengalami tingkat perkembangan kognitif yang teratur dan berurutan sesuai
dimulai dari tingkat sensori motor (0 – 2 tahun), praoperasional (2-7 tahun),
operasional konkrit (7-11 tahun) dan operasional formal (11 tahun keatas).
-
Pengembangan Kemampuan
Berpikir Kritis Melalui MATA (Kemampuan Bertanya)
Pertanyakan segala asumsi.
Asumsi adalah fondasi kerangka berpikir kritis seseorang, manusia kerap membuat
asumsi terhadap hampir semua hal yang ditangkap panca indranya. Asumsi
terbentuk setelah otak manusia memproses kepingan-kepingan informasi tertentu
dan mendasari proses interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. Bisa
dikatakan,. Namun bagaimana jika asumsi tersebut salah atau tidak sepenuhnya benar?
Jika itu terjadi, tentunya fondasi tersebut harus dibongkar dan dibangun ulang.
Apa yang dimaksud dengan mempertanyakan asumsi? Einstein mempertanyakan asumsi
mengenai hukum gerak Newton yang dianggap bisa menjelaskan dunia ini secara
akurat. Ia lantas merombak asumsi ini dan mengembangkan kerangka berpikir yang
benar-benar baru melalui teori relativitasnya.
Jangan menelan informasi
mentah-mentah. jika tidak tahu kebenarannya. Sama halnya dengan asumsi,
manusia cenderung menilai kebenaran informasi berdasarkan sumbernya. Informasi
dari sumber yang terpercaya akan langsung dianggap sebagai kebenaran, begitu
pula sebaliknya. Meski lebih menghemat waktu dan tenaga, kebiasaan ini akan
melemahkan kemampuan analisis.
Gunakan insting untuk menganalisis kepingan-kepingan informasi yang patut dipertanyakan. Jika merasa penjelasan yang diberikan kurang memuaskan, mintalah pihak terkait memberikan penjelasan yang lebih detail. Jika enggan atau tidak bisa menanyakannya langsung, bacalah berbagai sumber data yang relevan dan analisis sendiri kebenarannya. Jika ini terus-menerus dilakukan, dengan sendirinya akan mampu memilah informasi mana yang perlu dan tidak perlu diteliti lebih jauh serta akan mampu menentukan kebenaran informasi berdasarkan penilaian yang dilakukan
Pertanyakan hal-hal yang ada di sekitar. Sebelumnya, sudah belajar mempertanyakan asumsi dan informasi yang disampaikan oleh figur otoritas. Bertanya mungkin adalah tindakan paling esensial dalam proses berpikir kritis. Jika tidak tahu harus menanyakan apa atau tidak menanyakannya meskipun ingin, sampai kapan pun tidak akan mendapatkan jawabannya. Berpikir kritis adalah perihal mencari jawaban dengan cara yang elegan dan cerdas.
Bagaimana proses terjadinya hujan?
Bagaimana bisa terjadi siang dan malam?
Langkah apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kesenjangan
yang terjadi di Indonesia?
-
Rekomendasi dan Prediksi
Hasil Penerapan Peningkatan Kemampuan Berpikir Melalui MATA (Kemampuan
Bertanya)
Sebuah pengalaman pada tanggal 3 Desember 2013, di salah satu
sekolah dasar negeri favorit di Jawa
Timur, didapati bahwa buku
ajar IPA yang dipakai tidak
mengindikasikan materi yang
membiasakan siswa untuk
berpikir kritis. Soal-soal yang ada pada LKS (Lembar Kerja Siswa) hanya
mendorong siswa untuk menjawab hal-hal
yang bersifat hafalan mengemukakan bahwa sekolah Indonesia itu memang terlalu fokus mengajarkan kecakapan yang
sudah kadaluwarsa, seperti
menghafal dan berhitung
ruwet, sedangkan untuk
kemampuan berpikir kritis itu
sendiri, jarang diajarkan kepada siswa.
Kemungkinan ini dapat
menjadi dasar yang
membuktikan bahwa faktor lingkungan bisa berperan besar
meniadakan aktivitas berpikir kritis.
Oleh karena itu, berpikir kritis ternyata memerlukan sebuah lingkungan
yang mendukung untuk menghadirkannya. Berpikir
kritis memerlukan stimulus.
Selain itu, ternyata tidak lingkungan saja. Berpikir kritis juga ternyata,
secara mekanis, tidak disukai
oleh otak manusia. Willingham (2009)
menyatakan bahwa otak
siswa ternyata cenderung menghindari kegiatan berpikir. Ia
tidak selalu berdampingan baik dengan kerja otak. Pada anak usia sekolah
dasar, otak manusia
cenderung suka pada kegiatan yang melibatkan penglihatan dan
gerakan. Jadi wajar, kegiatan berpikir menjadi kegiatan yang biasanya tidak
disukai siswa. Seorang pendidik harus mampu merancang suatu aktivitas pembelajaran
yang membuat kegiatan berpikir itu
menjadi mudah dan menarik
bagi siswa. Kegiatan
pembelajaran yang melibatkan
penglihatan dan gerakan-gerakan
tubuh, artinya yang nyata (konkrit) bagi siswa. Tidak cukup hanya
pemberian beberapa metode pembelajaran.
Penerapan peningkatan kemampuan berpikir
melalui MATA sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis. Dengan adanya meningkatkan kemampuan berpikir kritis diharapkan:
1. Membantu memperoleh pengetahuan, memperbaiki teori,
memperkuat argumen
2. Mengemukakan dan merumuskan pertanyaan dengan
jelas
3. Mengumpulkan, menilai, dan menafsirkan informasi
dengan efektif
4. Membuat kesimpulan dan menemukan solusi masalah
berdasarkan alasan yang kuat
5. Membiasakan berpikiran terbuka
6. Mengkomunikasikan gagasan, pendapat, dan solusi
dengan jelas kepada lainnya
-
Pihak-pihak yang Membantu
Mewujudkan Gagasan
Pihak yang bertanggung jawab dalam
hal ini tentu saja Pendidik sebagai fasilitator peserta didik di dalam kelas.
Selain itu juga sebagai regulator, yang mengatur jalannya pendidikan. Pendidik
disini terdiri dari guru pengampu, Kepala Sekolah, dan pihak-pihak yang
terlibat di sekolah dasar.
-
Langkah- Langkah
Strategis Untuk Mengimplementasikan Gagasan
Beberapa langkah strategis yang dapat digunakan untuk
mewujudkan upaya- upaya tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah menjalin kerjasama terhadap pihak- pihak
yang terkait dengan permasalahan- permasalahan yang sesuai dengan bidang ranah
pendididkan sekolah dasar.
2. Pengoptimalisasian sumber daya yang dimiliki, yang
dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas sumber daya melalui pembinaan
dengan pengawasan yang komprehensif.
3. Melakukan perbaikan keterampilan inti berpikir
kritis: (1) Interpretasi – kategorisasi, dekode, mengklarifikasi makna, (2)
Analisis – memeriksa gagasan, mengidentifikasi argumen, menganalisis argumen,
(3) Evaluasi – menilai klaim (pernyataan), menilai argumen, (4) Inferensi –
mempertanyakan klaim, memikirkan alternatif (misalnya, differential diagnosis),
menarik kesimpulan, memecahkan masalah, mengambil keputusan, (5) Penjelasan –
menyatakan masalah, menyatakan hasil, mengemukakan kebenaran prosedur,
mengemukakan argumen, dan (6) Regulasi diri – meneliti diri, mengoreksi diri.
4. Meningkatkan kemampuan keterampilan berpikir
kritis: (1) Memahami hubungan-hubungan logis antar gagasan, (2) Mengidentifikasi,
mengkontruksi, dan mengevaluasi argumen, (3) Mendeteksi inkonsistensi dan
kesalahan umum dalam pemberian alasan, (4) Memecahkan masalah secara
sistematis, (5) Mengidentifikasi relevansi dan kepentingan gagasan (6)
Merefleksikan kebenaran keyakinan dan nilainilai diri sendiri.
Empat upaya tersebut jika dapat dilaksanakan dengan baik akan
mewujudkan sebuah kedewasaan dan kesadaran berprilaku yang simpatis. Rasa aman
dan nyaman dalam berprilaku menjadi hal impian setiap masyarakat.
BAB III
SIMPULAN
Berpikir kritis
adalah proses berpikir
yang penting diimplementasikan di
sekolah dasar. Sekalipun
tidak mudah untuk
mengimplementasikannya. Namun
bukan berarti, berpikir kritis tidak dapat dihadirkan dalam sebuah pembelajaran
di sekolah dasar. Hal yang pertama dapat
dilakukan adalah penghadiran masalah. Masalah dihadirkan untuk membuat
siswa bertanya. Dalam pembelajaran yang menggunakan masalah, bukan
guru yang bertanya,
siswa yang bertanya.
Dengan demikian, pertanyaan
yang timbul adalah
karena stimulus masalah.
Peran guru dalam pembelajaran yang menggunakan maasalah
adalah sebagai pendamping. Tapi bukan berarti, ketika masalah diberikan, siswa terus dibiarkan begitu saja. Guru
mungkin merancang masalah
bagi siswa yang
membuat ia memunculkan pertanyaannya sendiri dan membuat
dia berinisiatif (mandiri) untuk menjawabnya sendiri. Hal kedua yang dapat dilakukan untuk menstimulus siswa berpikir kritis adalah dialog. Dialog adalah sebuah
proses yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pikirannya
kepada orang lain dan merefleksikan pikiran orang lain yang diterima
dirinya. Keadaan ini membuat siswa tidak menyimpan sendiri pikirannya. Proses
ini membuat apa
yang dipikirkannya semakin
tajam. Dialog perlu didesain.
Salah satunya, bisa dengan sebuah pertentangan yang mengakibat-kan konflik
kognitif.
Kemampuan
berpikir kritis adalah suatu kegiatan atau proses kognitif dan tindakan mental
untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan agar mampu menemukan
jalan keluar dan melakukan keputusan secara deduktif, induktif dan evaluatif sesuai
dengan tahapannya yang dilakukan dengan berpikir secara mendalam tentang
hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengalaman seseorang, pemeriksaan dan
melakukan penalaran yang logis yang diukur melalui kecakapan interpretasi,
analisis, pengenalan asumsi-asumsi, deduksi, evaluasi inference, eksplanasi/penjelasan,
dan regulasi diri. Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah (1) Menginterpretasi yaitu a) mengkategorikan; b) mangklasifikasi;
(2) Menganalisis yaitu a) Menguji; b) mengidentifikasi; (3) Mengevaluasi yaitu
a) Mempertimbangkan; b) Menyimpulkan (4) Menarik kesimpulan yaitu a) Menyaksikan
data; b) Menjelaskan kesimpulan;(5) Penjelasan yaitu a) Menuliskan hasil; b) Menghadirkan
argumen; (6) Kemandirian yaitu a) Melakukan koreksi; b) Melakukan pengujian.
Dalam hal ini saya memberikan kesimpulanmemalui
kecakapan berpikir kritis utama: (1) Interpretasi, menginterpretasi adalah
memahami dan mengekpresikan makna dari berbagai macam pengalaman, situasi,
data, penilaian prosedur atau kriteria. Interpretasi mencakup sub kecakapan
mengkategorikan, menyampaikan signifikasi dan mengklarifikasi makna; (2)
Analisis, menganalisis adalah mengidentifikasi hubungan inferensial dan aktual
diantara pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi untuk mengekpresikan
kepercayaan, penilaian dan pengalaman, alasan, informasi dan opini. Analisis
meliputi pengujian data, pendeteksian argumen, menganalisis argumen sebagai sub
kecapakan dari analisis; (3) Evaluasi, berarti menaksir kredibilitas
pernyataanpernyataan atau representasi yang merupakan laporan atau deskripsi
dari persepsi, pengalaman dan menaksir kekuatan logis dari hubungan
inferensial, deskripsi atau bentuk representasi lainnya. Contoh evaluasi adalah
membandingkan kekuatan dan kelemahan dari interpretasi alternatif; (4)
Inference, berarti mengidentifikasi dan memperoleh unsur yang diperlukan untuk
membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal, membuat dugaan dan hipotesis,
mempertimbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data;
(5) Eksplanasi/Penjelasan, berarti mampu menyatakan hasil-hasil dari penalaran
seseorang, menjustifikasi penalaran tersebut dari sisi konseptual, metodologis
dan konstektual; (6) Regulasi Diri, berarti secara sadar diri memantau
kegiatan-kegiatan kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam hasil
yang diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapan di dalam analisis dan
evaluasi untuk penilaiannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Bonnie dan Potts.
(2003). Strategies for Teaching Critical Thinking. Practical Assesment,
Research & Evaluation. [online]. Tersedia:
http://www.edresearch.org/pare/getvn.asp?v=4&n=3 (diakses pada tanggal 30
November 2018).
Filsaine Dennis
K. (2008) Menguak Berpikir Kritis dan Kreatif., Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Suriasumantri. (2012).
Ilmu dalam Perspektif. Jakarta:
Yayasan Pustaka Oboer Indonesia.
Tilaar H.A.R,
(2011). Pedagogik Kritis, Perkembangan, substansi, dan Perkembangannya di
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Wade, C. (1995). Using
writing to develop and assess critical thinking. Teaching of Psychology,
22(1), 24-28.
"Defining
Critical Thinking". www.criticalthinking.org (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2018-11-29.
Leave a Comment