BAB II: MANUSIA DAN PENDIDIKAN


BAB II: MANUSIA DAN PENDIDIKAN

1.      Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Hal ini jelas bagi kita atas dasar keimanan; dalam konteks filsafat hal ini didasarkan pada argumen kosmologis; sedangkan secara faktual terbukti dengan adanya fenomena kemakhlukan yang dialami manusia. Manusia adalah kesatuan badani-rohani. Sebagai kesatuan badani rohani, manusia hidup dalam ruang dan waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai berbagai kebutuhan, insting, nafsu, serta tujuan hidup.
Manusia memiliki potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berbuat baik, cipta, rasa, karsa, dan berkarya. Dalam eksistensinya manusia memiliki dimensi individualitas, sosialitas, kultural, moralitas, dan religius. Adapun semua itu menunjukkan adanya dimensi interaksi atau komunikasi, historisitas, dan dimensi dinamika.
Dimensi historisitas menunjukan bahwa eksistensi manusia saat ini terpaut pada masa lalunya sekaligus mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Ia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan diri. Ia memang lahir sebagai manusia tetapi belum selesai mewujudkan diri sebagai manusia.
Idealnya manusia mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara wajar, hidup sehat, mampu mengendalikan insting dan hawa nafsunya, serta mampu mewujudkan berbagai potensinya secara optimal ; bebas, bertanggung jawab serta mampu mewujudkan peranan individualnya, mampu melaksanakan peranan-peranan sosialnya, berbudaya, bermoral serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Sehingga dengan demikian ia mampu berinteraksi atau berkomunikasi secara mono-multi dimensi, serta terus menerus secara sungguh-sungguh menyempurnakan diri sebagai manusia untuk mencapai tujuan hidupnya (dunia-akhirat).

1.      Prinsip-prinsip Antropologis Keharusan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Perlu Dididik dan Mendidik Diri

Manusia sebagai Makhluk yang Perlu Dididik dan Dapat Dididik Setelah kelahirannya, manusia tidak dengan sendirinya mampu menjadi manusia. Untuk menjadi manusia, ia perlu dididik dan mendidik diri. Sehubungan dengan ini M.J. Langeveld (1980) menyebut manusia sebagai Animal Educandum.
Ada tiga prinsip antropologis yang mendasari perlunya manusia mendapatkan pendidikan dan mendidik diri, yaitu: (1) prinsip historisitas, (2) prinsip idealitas, dan (3) prinsip faktual/posibilitas.

2.      Prinisp-prinsip Kemungkinan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik

Manusia perlu dididik dan mendidik diri, mengimplikasikan bahwa manusia dapat dididik. Sehubungan dengan ini, M.J. Langeveld (1980) juga menyebut manusia sebagai Animal Educabile.

Ada lima prinsip antropologis yang mendasari bahwa manusia dapat dididik yaitu: (1) prinsip potensialitas, (2) prinsip dinamika, (3) prinsip individualitas, (4) prinsip sosialitas, dan (5) prinsip moralitas.

3.      Pendidikan sebagai Humanisasi
Sebagaimana dinyatakan Karl Jaspers, bahwa “to be a man is to become a man”, sedangkan untuk menjadi manusia, manusia perlu didik dan mendidik diri, implikasinya maka pendidikan harus befungsi memanusiakan manusia. Pendidikan adalah humanisasi.
Sebagai Humanisasi, pendidikan hendaknya dilaksanakan untuk membantu perealisasian/pengembangan berbagai potensi manusia, yaitu potensi untuk mampu: beriman dan bertaqwa tehadap Tuhan YME, berbuat baik, hidup sehat, potensi cipta, rasa, karsa dan karya. Semua itu harus dikembangkan secara menyeluruh dan terintegrasi dalam konteks kehidupan keberagamaan, moralitas, individualitas, sosialitas dan kultural. Dalam hal ini, pendidikan hendaknya dilaksanakan sepanjang hayat. Selain itu, materi dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu dipilih atas dasar asumsi tentang hakikat manusia dan tujuan pendidikan yang diturunkan daripadanya.


Asal Usul Manusia (Kreasionisme)
Menyatakan bahwa asal usul adanya manuisa dan alam semesta adalah ciftaan suatu creative cause atau personality yaitu Tuhan YME.
Empat jenis argumen filosofis yang menolak paham evolusionisme mengenai asal-usul manusia
-          Argumen ontologis
Manusia memiliki ide tentang Tuhan.
-          Argumen kosmologis
Sesuatu yang ada mestimempunyai suatu sebab.
-          Argumen teleologis
Segala sesuatu memiliki tujuan.
-          Argumen moral
Manusia bermoral, dapat membedakan yang baikdan buruk.
Makna dimensi individualitas
Manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom
Makna prinsip potensionalitas
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, bermoral, cerdas, berperasaaan, dsb. Manusia juga memiliki potensi. Sebab itu, manusia dididik karena ia memiliki potensi menjadi manusia ideal.
Sifat pendidikan adalah normatif
Pendidikan diarahkan menuju terwujudnya manusia ideal. Artinya segala sesuatu yang mengarah kepada pembentukan manusia ideal dapat dikatakan/ digolongkan sebagai upaya pendidikan.

No comments

Powered by Blogger.