BAB VIII: LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN


BAB VIII: LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN

1.      Sejarah Pendidikan di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
            Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno yang dimulai dengan zaman purba, zaman kerajaan Hindu dan Buddha, zaman kerajaan Islam, zaman pengaruh Portugis dan Spanyol, zaman Pemerintahan Kolonial Belanda dan seterusnya hingga pendidikan masa kini.

A.    Zaman Purba
            Kebudayaan masyarakat pada zaman purba tergolong kebudayaan maritim. Kepercayaan yang dianut masyarakat antara lain animisme dan dinamisme. Masyarakat dipimpin oleh ketua adat. Namun demikian ketua adat dan para empu (pandai besi dan dukun yang merupakan orang-orang pandai) tidak dipandang sebagai anggota masyarakat lapisan tinggi, kecuali ketika mereka melaksanakan peranannya dalam upacara adat atau upacara ritual. Sebab itu, mereka tidak memiliki stratifikasi sosial yang tegas, tata masyarakatnya bersifat egaliter. Adapun karakteristik lainnya yakni bahwa mereka hidup bergotong-royong.
            Tujuan pendidikan pada zaman ini adalah agar generasi muda dapat mencari nafkah, membela diri, hidup bermasyarakat, taat terhadap adab dan terhadap nilai-nilai religi (kepercayaan) yang mereka yakini. Karena kebudayaan masyarakat masih bersahaja, pada zaman ini belum ada lembaga pendidikan formal (sekolah). Pendidikan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga dan dalam kehidupan keseharian masyarakat yang alamiah. Kurikulum pendidikannya meliputi pengetahuan, sikap dan nilai mengenai kepercayaan melalui upacara-upacara keagamaan dalam rangka menyembah nenek moyang, pendidikan keterampilan mencari nafkah (khususnya bagi anak laki-laki) dan pendidikan hidup bermasyarakat serta bergotong royong melalui kehidupan riil dalam masyarakatnya. Pendidiknya terutama adalah para orangtua, dan secara tidak langsung adalah para orang dewasa di dalam masyarakatnya. Sekalipun ada yang belajar kepada empu, apakah kepada pandai besi atau kepada dukun jumlahnya sangat terbatas, utamanya adalah anak-anak mereka sendiri.

B.     Zaman Kerajaan Islam
            Nusantara memiliki letak yang strategis dalam rangka pelayaran dan perdagangan. Oleh karena itu, negeri kita berdatangan pula para saudagar beragama Islam. Melalui mereka para raja dan masyarakat pesisir memeluk agama Islam. Pada pertengahan abad ke-14, kota Bandar Malaka ramai dikunjungi para saudagar dari Asia Barat dan Jawa (Majapahit). Melalui para saudagar dari Jawa yang masuk memeluk agama Islam, maka tersebarlah Islam ke pulau Jawa. Dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa oleh jasa para wali yang dikenal sebagai Wali Songo. Akhirnya berdirilah kerajan-kerajaan Islam.
            Tujuan pendidikan pada zaman kerajaan Islam diarahkan agar manusia bertaqwa kepada Allah S.W.T., sehingga mencapai keselamatan di dunia dan akhirat melalui “iman, ilmu dan amal”. Selain berlangsung di dalam keluarga, pendidikan berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan lainnya, seperti: di langgar-langgar, mesjid, dan pesantren. Lembaga perguruan atau pesantren yang sudah ada sejak zaman HinduBudha dilanjutkan oleh para wali, ustadz, dan atau ulama Islam. Kurikulum pendidikannya tidak tertulis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan berisi tentang tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T.), Al-Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab termasuk membaca dan menulis huruf Arab. Pendidikan pada zaman kerajaan Islam bersifat demokratis. Pada zaman ini pendidikan dikelola oleh para ulama, ustadz atau guru. Raja tidak ikut campur dalam pengelolaan pendidikan (pengelolaan pendidikanbersifat otonom).
            Pendidikan dilakukan dengan metode yang bervariasi, tergantung dengan sifat materi pendidikan, tujuan, dan peserta didiknya. Contoh metode yang sering digunakan adalah: ceramah atau tabligh (wetonan) untuk menyampaikan materi ajar bagi orang banyak (belajar bersama) biasanya dilakukan di mesjid; mengaji Al-Qur’an dan sorogan (cara-cara belajar individual). Dalam metode sorogan walaupun para santri bersama-sama dalam satu ruangan, tetapi mereka belajar dan diajar oleh ustadz secara individual. Cara-cara belajar dilakukan pula melalui nadoman atau lantunan lagu. Selain itu dilakukan pula melalui media dan cerita-cerita yang telah digunakan para pandita Hindu-Budha, hanya saja isi ajarannya diganti dengan ajaran yang Islami. Demikian pula dalam sistem pesantren atau pondok asrama. Di langgar atau surau, selain melaksanakan shalat, biasanya anak-anak belajar mengaji Al-Qur’an dan materi pendidikan yang sifatnya mendasar. Adapun materi pendidikan yang lebih luas dan mendalam dipelajari di pesantren.

C.    Zaman Pengaruh Portugis dan Spanyol
            Pada awal abad ke –16 ke negeri kita datanglah bangsa Portugis, kemudian disusul oleh bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang kedatangan mereka juga disertai oleh missionaris yang bertugas menyebarkan agama Katholik. Pengaruh bangsa Portugis dalam bidang pendidikan utamanya berkenaan dengan penyebaran agama Katholik. Demi kepentingan tersebut, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate, selain itu didirikan pula di Solor. Kurikulum pendidikannya berisi pendidikan agama Katolik, ditambah pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan diberikan bagi anak-anak masyarakat terkemuka. Pendidikan yang lebih tinggi diselenggarakan di Gowa, pusat kekuasaan Portugis di Asia. Pemuda-pemuda yang berbakat dikirim ke sana untuk dididik. Pada tahun 1546, di Ambon telah ada tujuh kampung yang penduduknya memeluk agama Nasrani Katolik.

D.    Zaman Pemerintahan Kolonial Belanda
            Pada tahun 1596 bangsa Belanda telah datang ke negeri kita. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk berdagang. Pada tahun 1602 mereka mendirikan VOC. Karena VOC merupakan badan perdagangan milik orang-orang Belanda yang beragama Protestan, maka selain berupaya menguasai daerah untuk berdagang, juga untuk menyebarkan agama Protestan. Kekuasaan VOC akhirnya diserahkan kepada Pemerintah Negeri Belanda, karena itu sejak tahun 1800-1942 negeri kita menjadi jajahan Pemerintah Kolonial Belanda.
Pendidikan pada zaman pemerintahan kolonial Belanda mengecewakan bangsa Indonesia. Kebijakan dan praktek pendidikan pada zaman ini antara lain:
1) Tahun 1808 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan agar para bupati di Pulau Jawa menyebarkan pendidikan bagi kalangan rakyat, tetapi kebijakan ini tidak terwujud.
2) Tahun 1811-1816 ketika pemerintahan di bawah kekuasaan Raffles pendidikan bagi rakyat juga diabaikan.
3) Tahun 1816 Komisaris Jenderal C.G.C. Reindwardt menghasilkan Undang-undang Pengajaran yang dianggap sebagai dasar pendirian sekolah, tetapi Peraturan Pemerintah yang menyertainya yang dikeluarkan tahun 1818 tidak sedikit pun menyangkut perluasan pendidikan bagi rakyat Indonesia, melainkan hanya berkenaan dengan pendidikan bagi orang-orang Belanda dan golongan Pribumi penganut Protestan.
4) Selanjutnya, di bawah Gubernur Jenderal Van den Bosch dikeluarkan kebijakan Culturstelsel (Tanam Paksa) demi memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya bagi Belanda. Karena untuk hal ini dibutuhkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan yang banyak, maka tahun 1848 Gubernur Jenderal diberi kuasa untuk menggunakan dana anggaran belanja negara sebesar f 25.000 tiap tahunnya untuk mendirikan sekolah-sekolah di Pulau Jawa dengan tujuan mengahasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan. Pada tahun 1849-1852 didirikan 20 sekolah (di tiap keresidenan). Namun sekolah ini hanya diperuntukan bagi anak-anak Pribumi golongan priyayi/bangsawan, sedangkan anak-anak rakyat jelata tidak diperkenankan. Penyelenggaraan pendidikan bagi kalangan bumi putera yang dicanangkan sejak 1848 mengalami hambatan karena kekurangan guru dan mengenai bahasa pengantarnya. Maka pada tahun 1852 didirikanlah Kweekschool (sekolah guru) pertama di Surakarta, dan menyusul di kota-kota lainnya. Sekolah ini pun hanyalah untuk anakanak golongan priyayi.
5) Pada tahun 1863 dan 1864 keluar kebijakan bahwa penduduk pribumi pun boleh diterima bekerja untuk pegawai rendahan dan pegawai menengah di kantor- kantor dengan syarat dapat lulus ujian. Syarat-syarat ini ditetapkan oleh putusan Raja pada tanggal 10 September 1864. Demi kepentingan itu di Batavia didirikanlah semacam sekolah menengah yang disempurnakan menjadi HBS (Hogere Burger School).
6) Tahun 1867 didirikan Departemen Pengajaran Ibadat dan Kerajinan.
7) Tahun 1870 UU Agraris dari De Waal yang memberikan kesempatan kepada pihak partikelir untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan pegawai. Hal ini berimplikasi pada perluasan sekolah.
8) Tahun 1893 keluar kebijakan diferensiasi sekolah untuk Bumi Putera, yaitu Sekolah Kelas I untuk golongan priyayi, sedangkan Sekolah Kelas II untuk golongan rakyat jelata.
9) Setelah dilaksanakannya Politik Etis, pada tahun 1907 Gubernur Jenderal Van Heutsz mengeluarkan kebijakan tentang pendidikan Bumi Putera: pertama, mendirikan Sekolah Desa yang diselenggarakan oleh Desa, bukan oleh Gubernemen. Biaya dsb. menjadi tanggung jawab pemerintah desa; kedua, memberi corak sifat ke-Belanda-an pada Sekolah Kelas I. Maka tahun 1914 Sekolah Kelas I diubah menjadi HIS (Holands Inlandse School) 6 tahun dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Sedangkan Sekolah Kelas II tetap bernama demikan atau disebut Vervoleg School (sekolah sambungan) dan merupakan lanjutan dari Sekolah Desa yang didirikan mulai tahun 1907. Akibat dari hal ini, maka anak-anak pribumi mengalami perpecahan, golongan yang satu merasa lebih tinggi dari yang lainnya.
10) Pada tahun 1930-an usaha perluasan pendidikan bagi Bumi Putera mengalami hambatan. Surat Menteri Kolonial Belanda Colijn kepada Gubernur Jenderal de Jonge pada 10 Oktober 1930 menyatakan bahwa perluasan sekolah negeri jajahan terutama untuk kaum Bumi Putera akan sulit karena kekurangan dana.
Tilaar (1995) mengemukakan lima ciri pendidikan zaman kolonial Belanda, yaitu:
1) Adanya Dualisme pendidikan, yaitu pendidikan untuk bangsa Belanda yang dibedakan dengan pendidikan untuk kalangan Bumi Putera.
2) Sistem Konkordansi, yaitu pendidikan di daerah jajahan diarahkan dan dipolakan menurut pendidikan di Belanda. Bagi Bumi Putera hal ini di satu pihak memberi efek menguntungkan, sebab penyelenggaran pendidikan menjadi relatif sama, tetapi dipihak lain ada efek merugikan dalam hal pembentukan jiwa kaum Bumi Putera yang asing dengan budaya dan bangsanya sendiri.
3) Sentralisasi pengelolaan pendidikan oleh pemerintahan kolonial Belanda.
4) Menghambat gerakan nasional.
5) Munculnya perguruan swasta yang militan demi perjuangan nasional (kemerdekaan).

E. Masa Kedudukan Jepang
            Pendidikan pada zaman Jepang Hakko Ichitu, yaitu bangsa Indonesia bekerja sama dengan bangsa Jepang dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah menyediakan tenaga sukarela dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan.
            Pada masa ini semua sekolah harus dipadukan dan terbuka. Sekolah wajib untuk semua kalangan masyarakat dengan menambahkan bahsa Jepang, latihan militer, dan adat istiadat sebagai materi wajib semua sekolah. Sekolah yang ada pada zaman Jepang adalah Sekolah Rakyat 6 tahun (Kokumin Gakko), SMP 3 tahun (koto chu Gakko), Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun (Kogya Semmon Gakko) Sekolah Guru, dan Sekolah Kejuruan.

F.     Pendidikan Nasional Indonesia Tahun 1945-1950
Dasar undang-undag pada tahun 1945-1949 adalah undang-undang dasar 1945. Pasal yang memuat tentang pendidikan adalah pasal 31 yang menyatakan:
·         Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran
·         Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran yang diatur dengan undang-undang.
Tujuan dan dasar pendidikan. Melalui UU No. 12 Tahun 1945 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang No 4 Tahun 1950 dari republik Indonesia dahulu tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Tujuan pendidikan dan pengajaran terdapat pada pasal 3 yaitu “membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air”

Sistem Persekolahan di Indonesia
Pendidikan  Tinggi
Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi
Akademik
Pendidikan Menengah
UMUM
KEJURUAN
KEGURUAN
Sekolah Menengah Tinggi (SMT)
Sekolah Teknik Menengah (STM)
Sekolah Teknik ( ST)
Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP)
Kursus Guru    Sekolah Guru A (SGA)
Pendidikan Menengah
Sekolah Rakyat

Penyelenggaraan pendidikan.
a.       Pendidikan masyarakat
Tujuan pendidikan masyarakat adalah membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila yang akan diraih dengan menggunakan dua cara, yakni metode belajar (tanya jawab, diskusi, partisipasi aktif, dan orientasi pada masalah), serta metode kerja yang dilaksanakan secara massal dan integral di suatu desa. Metode bekerja yang digunakan adalah metode Panca Marga, yakni lima jalan mencapai tujuan, yaitu:
1)      Melestarikan dasar-dasar pengertian untuk membangun, masyarakat dengan melaksanakan pendidikan dasar untuk masyatrakat
2)      Membentuk kader-kader pendidikan untuk membangun masyarakat dengan melaksanakan pendidikan kader masyarakat
3)      Menyediakan dan menyebarkan bacaan dengan mengadakan perpusakaan dan taman pustaka masyarakat
4)      Memfungsikan golongan pemuda dengan mlaksanakan pendidikan taruna karya.
b.      Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi terdiri atas dua macam, yaitu pendidikan tinggi republik dan pendidikan tinggi di daerah Belanda. Pendidikan tinggi pada masa ini adalah:
1)      Ika Daigaku (pendudukan Belanda) menjadi Sekolah Tinggi Kedokteran
2)      Sekolah Tinggi Hukum, serta Sastra dan Filsafat pada 1946
3)      Perguruan Tinggi Kedokteran dan Kedokteran Gigi di Malang tahun 1946
4)      Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan pada 1947 di Bogor
5)      Sekolah Tinggi Teknik di Bandung 1946
6)      Lima Perguruan Tinggi di Yogyakarta yaitu, Akademi Politik, Akademi Polisi, Sekolah Tinggi Islam Indonesia, Universitas Gajah Mada didirikan 19 Desember 1949.
7)      Perguruan Tinggi di Solo dan Klaten yaitu, Sekolah Tabib Tinggi (Perguruan Tingg Kedokteran II) di Solo, Sekolah Tabib Tinggi (Perguruan Tinggi Kedokteran I) di Klaten, Sekolah Tinggi Farmasi, dan Sekolah Tinggi Pertanian di Klaten.
8)      Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tabib Tinggi, Sekolah Tinggi Pertanian dan Akademi Politik dimasukkan ke dalam Universitas Gajah Mada. Akademi Polisi dipindahkan ke Jakarta menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)
9)      Pada tahun 1946 Belanda mendirikan “universitas darurat” (Nood Universitet) terdapat lima fakultas yaitu kedokteran, hukum,sastra, filsafat, dan pertanian di Jakarta dan Bandung. Pada 1947 Universitas ini diganti dengan Universiteit van Indonesie. pada 1950 Universitas ini diambil oleh Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia dan mengganti namanya menjadi Universitet Indonesia dan 1954 menjadi Universitas Indonesia.
c.       Penyelesaian bekas pelajar pejuang bersenjata
Pada tanggal 10 Maret 1948 Kementerian pendidikan, pengajaran, dan Kebudayaan dan Kementerian Pembangunan dan Pemuda membuka sekolah-sekolah Peralihan di Yogyakarta, Surabaya, Mgelang, Madiun, dan beberapa. Yaitu: Sekolah Menengah Pertama Umum bagian Pertama (SMP) peralihan, Sekolah Menengah Umum Bagian Atas (SMA) peralihan, Sekolah Guru Laki-laki (SGL) peralihan. Serta mendirikan beberapa kantor Urusan Demobilisasi Pelajar (KUDP), yang bertugas mengurusi penyaluran pelajar pejuang yang akan meneruskan studi kembali.

2.      Kondisi Sosial Budaya
Landasan Histories pendidikan Indonesia adalah cita –cita dan praktek-praktek pendidikan masa lampau. Dilihat dari kondisi social budaya , pendidikan masa lampau Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga tonggak sejarah, yaitu:
a. Pendidikan Tradisional , yaitu penyelenggaraan pendidikan di Nusantara yang dipengaruhi oleh agama-agama besar di dunia Hindu, Budha, Islam dan Nasrani (katolik dan protestan).
b. Pendidikan kolonial Barat, yaitu penyelenggaraan pendidikan di Nusantara yang dipengaruhi oleh pemerintahan kolonial barat, teutama kolonial Belanda.
c. Pendidikan kolonial Jepang yaitu penyelenggaraan pendidikan di Nusantara yang dipengaruhi oleh pemerintahan kolnial Jepang dalam zaman perang dunia II.

3. Implikasi Kondisi social Budaya terhadap Pendidikan
Kondisi social budaya dari ketiga tonggak sejarah pendidikan tersebut mempunyai implikasi terhadap penyelenggaraan pendidikannya dalam hal tujuan pendidikan, kurikulum /.isi pendidikan, metode pendidikan, dan pengelolaannya, dan kesempatan pendidikan.
4 Sifat Pendidikan Zaman Kerajaan Hindu-Budha
Informal, Berpusat pada religi, Penghormataan yang tinggi terhadap guru, dan Aristrokratis (pendidikan diikuti sebagian golongan saja).
2 Jenis Metode Pendidikan Zaman Kerajaan Isalam
a. Metode sorongan (Individual).
b. Metode halaqah/palangan.
2 Pengaruh aufklarung terhadap Pendidikan Zaman Hinida-Belanda
a.       Manusia bebas memberikan kritik terhadap berbagai persoalan sesuai hati nuraninya.
b.      Menjadi pelopor dari sistem pendidikan baru, yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh negara dan melahirkan sekolah-sekolah negeri.
Lembaga Pendidikan yang Berkembang Pada Zaman Kerajaaan Hindu-Budha dan Zaman Hindia Belanda
a.       Peadepokam
b.      Pura
c.       Pertapaan
d.      Keluarga

Peranan Guru dalam Pendidikan Taman Siswa
a.       Sebagai pengarah dan;
b.      Sebagai fasilitator bagi siwa-siswanya.
Tujuan Pendidikan Muhammadiyah
a.       Mengembalikan amal dan perjuangan umat pada Al-Quran dan Sunnah.
b.      Menafsirkan ajaran-ajaran islam secara modern.
c.       Memperbaharui sistem penddikan islam.
3 Keuntungan Masa Kedudukan Jepang Terhadap Pendidikan Indonesia
a.       Bahasa Indonesia berkembang secara luas.
b.      Seni beladiri dan sikap militan dimilki pemuda Indonesia.
c.       Buku-buku asing diterjemahkan dalam bahsa Indonesia
3 Intruksi Umum Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan pada Masa Proklamasi sampai RIS
a.       Pengibaran Sang Merah Putih setiap hari di Halaman Sekolah.
b.      Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
c.       Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang
Perbedaan Dasar Pendidikan Pada Masa Demokrasi Terpimpin dengan Masa Orde Baru
a.       Demokrasi terpimpin
Dasar pendidikan: pancasila dan kebudayaan Bangsa Indonesia

b.      Orde Baru
Dasar pendidikan: falsafah negara pancasila
3 Jenis Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang Diselengarakan Pada Masa Demokrasi Liberal.
a.       Sekolah Rakyat
b.      SH/ MS
c.       VHO/AMS/HBS/MHS
d.      O.U.U.O/ N.S/ K.S
e.       S.Ptk/ S.T/M.T.S
f.       SD I/ SD II/ SD III

No comments

Powered by Blogger.