BAB V: LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN
BAB V: LANDASAN
FILOSOFIS PENDIDIKAN
1. Pengertian Landasan Filosofis
Pendidikan
Istilah filsafat (phylosophy)
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang
artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu,
kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang
mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau
kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan kebenaran tersebut, masing-masing
filosofi memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya.
Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan
cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.
Pendidikan merupakan upaya mengembangkan
potensi-poteni manusiawi peserta didik baik potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun karsanya, agar potensi itu
menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan
adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi
dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis, dinamis, guna mencapai tujuan
hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan
ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai akar-akarnya
mengenai pendidikan. Landasan filsofis pendidikan merupakan asumsi filosofis
yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan
praktek pendidikan. Dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan
momen praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan antara lain kita akan
memperoleh pemahaman tentang landasan-landasan pendidikan, yang akan dijadikan
titik tolak praktek pendidikan. Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan
sebagai hasil studi pendidikan tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam
rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih
komprehensif, spekulatif, dan normatif.
2. Struktur Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan filosofis pendidikan
sesungguhnya merupakan suatu system gagasan tentang pendidikan dan dedukasi
atau dijabarkan dari suatu system gagasan filsafat umum (metafisika,
epistomologi, aksiologi) yang dianjurkan oleh suatu aliran filsafat tertetu.
Hal ini dapat dipahami sebagaimana disajikan oleh Callahan and Clark (1983)
dalam karyanya “Foundations of Education”,
dan sebagaimana disajikan Edward J. Power (1982) dalam karyanya Philosophy of Education, Studies in
Philosophies, Schooling and Educational Policies. Dalam kedua pendapat
tersebut terdapat hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang
filsafat umum terhadap gagasan-gagasan pendidikan.
3. Karateristik Landasan Filosofis
Pendidikan
Landasan
Filosofis pendidikan berisi tentang gagasan-gagasan atau konsep-konsep yang bersifat
normatif atau preskriptif. Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat
normatif atau preskriptif, sebab landaan filosofis pendidikan tidak berisi
konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya(factual), melainkan berisi
tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang di cita-citakan (ideal),
yang disarankan oleh filsuf tertentu untuk dijadikan titik tolak dalam rangka
praktek pendidikan atau studi pendidikan.
4. Aliran Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan Filosofis bersumber dari
pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap
hakikat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakikat pengetahuan dan
tentang kehidupan yang lebi baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal
sampai saat ini adalah idealisme, realism, perenialisme, esensialisme,
pragmatism, progresivisme, dan ekstensialisme.
4.1. Landasan Filosofis Idealisme
Idealisme
berasal dari kata “ide” dan “isme” yang berarti paham atau pendapat. Secara
umum berarti: (1) seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan
agama serta menghayatinya. (2) Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan
suatu rencana atau program yang belum ada. (Titus, 1984;316). Idealisme
menekankan “mind” sebagai hal yang lebih dahulu dari pada materi.
Idealisme
adalah suatu pandangan tentang dunia atau metafisik yang menyatakan bahwa
realitas dasar terdiri atas atau sangat erat hubungannya dengan ide, fikiran
atau jiwa. Dunia difahami dan ditafsirkan oleh penyelidikan tentang hukum-hukum
fikiran dan kesadaran, dan tidak hanya oleh metode ilmu obyektif semata.
Menurut idealisme, alam ini ada tujuannya, dan tujuan itu bersifat spiritual.
Interpretasi sains empiris diterima secara terbatas, baik karena metode yang
dipakai atau karena bidang yang diselidikinya. Sains lebih condong untuk
menghilangkan aspek mental dari alam, dan membentuk suatu alam baru yang tidak
termasuki oleh jiwa. Hukum alam sesuai dengan watak intelektual dan moral dari
manusia.
a. Konsep Filsafat Umum Idealisme
1) Metafisika, para filosof i idealisme mengklaim
bahwa realitas hakikatnya bersifat spiritual. Dunia difahami dan ditafsirkan
oleh penyelidikan tentang hukum-hukum fikiran dan kesadaran, dan tidak hanya
oleh metode ilmu obyektif semata. Interpretasi sains empiris diterima secara
terbatas, baik karena metode yang dipakai atau karena bidang yang
diselidikinya. Sains lebih condong untuk menghilangkan aspek mental dari alam,
dan membentuk suatu alam baru yang tidak termasuki oleh jiwa.
2) Manusia
Manusia menurut idealisme merupakan bagian dari proses alam,
dan oleh karena itu bersifat natural, ia bersifat spiritual, dalam arti bahwa
di dalamnya terdapat sesuatu yang tidak dapat hanya dianggap sebagai materi.
Hakikat manusia tidak cukup hanya dipahami melalui interpretasi fisiologis dan
mekanistis, tetapi harus dipahami melalui kemampuan akal fikirannya yang
memberi kemampuan untuk memilih. Manusia mempunyai kemampuan memilih untuk
menjadi pelaku moral yang dapat mengungkapkan nilai.
3) Epistemologi
Pengetahuan
yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir.
Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal
pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat
berpendapat;
4) Aksiologi
Kehidupan
manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat
tentang kenyataan atau metafisika.
Dalam
hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar terhadap
perkembangan filsafat pendidikan. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan
bagian dari alam spiritual yang memiliki spiritual sesuai potensialitasnya.
Pendidik merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Jadi,
pendidik yang idealisme harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik dan
harus memandang anak sebagai tujuan bukan sebagai alat.
b. Implikasi Filsafat Idealisme Pendidikan
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan
idealisme adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat
atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial;
(2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan
kemam-puan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan;
(3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain
yang efektif dapat dimanfaatkan;
(4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian,
bakat dan kemampuan dasarnya;
(5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan
pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
c. Konsep
Filsafat Idealisme
- Metafisika: Para filosof Idealisme mengklaim bahwa
realitas hakikatnya bersifat spiritual daripada bersifat fisik, bersifat mental
daripada material.
- Manusia: Manusia adalah makhluk spiritual. Manusia
merupakan makhluk yang cerdas dan bertujuan. Pikiran manusia diberkahi kemampuan
rasional dan karena itu mampu menentukan pilihan.
- Pengetahuan: Pengetahuan diperoleh manusia dengan cara mengingat
kembali atau berpikir dan melalui intuisi. Kebenaran mungkin diperoleh manusia
yang mempunyai pikiran yang baik, kebanyakan orang hanya sampai pada tingkat
pendapat. Uji kebenaran pengetahuan didasarkan pada teori koherensi atau
konsistensi.
- Nilai: Manusia diperintah oleh nilai moral imperatif yang
bersumber dari realitas yang absolut atau yang diturunkan dari realitas yang sebenarnya
(Idealisme Theistik: Tuhan ; Idealisme Pantheistik: Alam). Nilai bersifat
absolut dan tidak berubah.
- Tujuan Pendidikan: Pembentukan karakter, pengembangan
bakat insani, dan kebajikan sosial.
- Kurikulum/Isi Pendidikan: Pengembangan kemampuan berpikir melalui
pendidikan liberal, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian
melalui pendidikan praktis.
- Metode Pendidikan: Metode yang diutamakan adalah metode dialektik,
namun demikian tiap metode yang mendorong belajar dapat diterima, dan cenderung
mengabaikan dasar-dasar phisiologis untuk belajar
- Peranan Pendidik dan Peserta didik : Pendidik bertanggung
jawab untuk menciptakan lingkungan pendidikan bagi peserta didik. Pendidik harus unggul agar dapat menjadi teladan baik
dalam hal moral maupun intelektual. Sedangkan peserta didik bebas mengembangka kepribadian
dan bakatnya, bekerja sama, dan mengikuti proses alami dari perkembangan
insani.
4.2. Landasan Filosofis Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat
yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan
dirinya sebagai yang benar dengan melihat kepada hasilnya yang bermanfaat
secara praktis. Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, dimana apa
yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupkan fakta fakat
individual.
Pragmatisme berkembang di Amerika
Serikat, pragmatisme juga awalnya berkembang di Inggris, Prancis, dan Jerman.
William James dikenal secara luas dalam bidang psikologi. Filsuf awal yang
terkemuka dari pragmatisme adalah John Dewey. Dewey juga dikenal sebagai
kritikus social dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Secara etimologis, kata pragmatism
berasal dari bahasa Yunani yaitu Pragmatikos yang berarti cakap dan
berpengalaman dalam urusan hukum, dagang, dan perkara Negara. Istilah ini
disampaikan pertama kali oleh Charles Peirce pada Bulan Januari 1878 dalam
artikelnya yang berjudul “How to Make Our Ideas Clear”.
Neo-Pragmatisme berkembang di
Amerika Serikat dengan tokoh utama yaitu Richard Rorty. Pemikirannya yang
terkenal adalah bagaimana bahasa menentukan pengetahuan karena bahasa hadir
dalam bentuk jamak, demikianlah pengetahuanpun tidak hanya satu dan tidak dapat
dipandang universal atau tidak ada pola yang rasional terhadap pengetahuan.
a. Konsep Filsafat Umum Pragmatisme
1. Metafisika : Pragmatisme anti metafisika. Suatu teori umum tentang kenyataan
tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan
fisik, plural dan berubah (becoming).
2. Manusia : Manusia adalah hasil evolusi biologis,
psikologis dan sosial. Setiap orang lahir tidak dewasa, tak berdaya, tanpa
dibekali dengan bahasa, keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan atau norma-norma
sosial.
3. Epistomologi : Pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman dan
berfikir (scientific method). Pengetahuan adalah relative. Pengetahuan yang
benar adalah yang berguna dalam kehidupan (instrumentalisme).
4. Aksiologi : Ukuran tingkah laku individual dan sosial ditentukan secara
eksperimental dalam pengalaman hidup. Jika hasilnya berguna tingkah laku
tersebut adalah baik (eksperimentalisme), karena itu nilai bersifat relative
dan kondisional.
b. Implikasi terhadap Pendidikan
1. Tujuan pendidikan : Pendidikan adalah
pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekontruksi yang berlangsung terus menerus
dari pengalaman yang terakumulasi dan sebuah proses sosial. Tujuan pendidikan
tidak ditentukan dari luar dan tidak ada tujuan akhir pendidikan. Tujuan
pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk mampu memecahkan
masalah-masalah baru dalam kehidupan individual maupun sosial.
2. Kurikulum/Isi Pendidikan : Kurikulum berisi
pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai minat dan kebutuhan siswa,
tidak memisahkan pendidikan liberal dan pendidikan praktis. Kurikulum mungkin
berubah, warisan-warisan sosial dari masa lalu tidak menjadi fokus perhatian.
Pendidikan terfokus pada kehidupan yang baik pada saat ini dan masa datang bagi
individu, dan secara bersamaan masyarakat dikembangkan. Kurikulum bersifat
demokratis.
3. Metode: Mengutamakan metode pemecahan
masalah, penyelidikan, penemuan.
4. Peranan Pendidik dan Peserta Didik:
Peranan pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik belajar tanpa
ikut campur terlalu atas minat dan kebutuhan siswa. Sedangkan peserta didik
berperan sebagai organisme yang rumit yang mampu tumbuh. Orientasi pemdidikan
pragmatism adalah progresivisme.
c. Konsep Filsafat Pragmatisme
-
Metafisika:
Pragmatisme anti metafisika. Suatu teori umum tentang kenyataan tidaklah
mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik,
plural dan berubah (becoming).
-
Manusia:
manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial. setiap orang
lahir tidak dewasa, tak berdaya, tanpa dibekali dengan bahasa,
keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan atau norma-norma sosial.
-
Pengetahuan:
Pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman dan berpikir (scientific
method). Pengetahuan adalah relatif. Pengetahuan yang benar adalah yang berguna
dalam kehidupan (instrumentalisme).
-
Nilai: Ukuran
tingkah laku individual dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam
pengalaman hidup. Jika hasilnya berguna tingkah laku tersebut adalah baik
(eksperimentalisme), karena itu nilai bersifat relatif dan kondisional.
-
Tujuan
Pendidikan: Pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekonstruksi
yang berlangsung terus menerus dari pengalaman yang terakumulasi dan sebuah
proses sosial. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar dan tidak ada
tujuan akhir pendidikan. Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang
berguna untuk mampu memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan individual
maupun sosial.
-
Kurikulum/Isi
Pendidikan: Kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, tidak memisahkan pendidikan liberal
dan pendidikan praktis. Kurikulum mungkin berubah, warisan-warisan sosial dari
masa lalu tidak menjadi fokus perhatian. Pendidikan terfokus pada kehidupan
yang baik pada saat ini dan masa datang bagi individu, dan secara bersamaan masyarakat
dikembangkan. Kurikulum bersifat demokratis.
-
Metode:
Mengutamakan metode pemecahan masalah, penyelidikan, dan penemuan.
-
Peranan
Pendidik dan Peserta didik: Peranan pendidik adalah memimpin dan membimbing
peserta didi belajar tanpa ikut campur terlalu atas minat dan kebutuhan siswa.
Sedangkan peserta didik berperan sebagai organisme yang rumit yang mampu
tumbuh.
4.3.Landasan Filosofis Realisme
Realisme
merupakan sesuatu yang nyata dan material yang hadir dengan sendirinya, tertata
dengan hubungan yang teratur diluar campur tangan manusia berdasarkan
pengalamannya sendiri. Hakikat realisme bersifat objektif artinya bahwa
realitas berdiri sendiri, tidak tergantung atau tidak bersandar kepada
pikiran/jiwa/spirit/roh. Namun demikian, mereka tetap mengakui keterbukaan
realitas terhadap pikiran untuk dapat mengetahuinya hanya saja realitas atau
dunia itu berbeda dengan pikiran atau keinginan manusia.
a. Konsep Filsafat Umum Realisme
1)Metafisika:
Hakikat Realitas, jika filsuf idealisme menekankan pikiran,jiwa/spirit/roh
sebagai hakikat realitas, sebaliknya menurut para filsuf realisme bahwa dunia
terbuat dari sesuatu yang nyata, substansial dan material yang hadir dengan
sendirinya (entity). Dalam alam tersebut terdapat hukum-hukum alam yang
menentukan keteraturan dan keberadaan setiap yang hadir dengan sendirinya dari
alam itu sendiri (Callahan and Clark, 1983).
2) Hakikat Manusia.
Manusia adalah bagian dari alam, dan ia muncul di alam sebagai hasi puncak dari
rantai evolusi di alam. Hakikat manusia didefinisikan sesuai dengan apa yang
dapat dikerjakannya. Pikira (jiwa) adalah suatu organisme yang sangat rumit
yang mampu berpikir. Namun, sekalipun manusia mampu berpikir ia bisa bebas atau
tidak bebas (Edward J.Power, 1982). Manusia dan masyarakat adalah bagian dari
alam. Karena, dialam semesta terdapat hukum alam yang mengatur dan
mengorganisasikannya, maka untuk tetap mempertahankan hidup dan bahagia, tugas
dan tujuan manusia adalah menyesuaikan diri terhadap hukum-hukum alam,
masyarakatnya dan kebudayaannya.
3) Epistemologi :
Hakikat Pengetahuan. Ketika lahir, jiwa atau pikiran manusia adalah kosong.
Saat dilahirkan manusia tidak membawa pengetahuan atau ide-ide bawaan. Manusia
memperoleh pengetahuan yang bersumber dari pengalaman mereka sendiri. Manusia
dapat menggunakan pengetahuannya dalam berfikir untuk menemukan objek-objek
serta hubungan-hubungannya yang berbeda (Callahan and Clark, 1983). Mengingat
realitas bersifat objektif maka terdapat dualism antara orang yang mengetahui
dengan realitas yang diketahui. Karena realitas bersifat material dan nyata,
maka kebenaran pengetahuan di uji dalam kesesuaiannya dengan fakta di dalam
dunia material atau pengalaman. Teori uji kebenaran ini dikenal sebagai Teori
Korespondensi.
4) Aksiologi : Hakikat Nilai. Mengingat manusia
adalah bagian dari alam, maka ia pun harus tunduk kepada hukum-hukum alam,
demikian pula masyarakat. Hal ini sebagaimana dikemukakan Edward J. Power
(1982) bahwa : “Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada tingkat
yang lebih rendah di uji melalui konfensi atau kebiasaan, dan adat istiadat di
dalam masyarakat”. “Nilai-nilai individual dapat diterima apabila sesuai dengan
nilai-nilai umum masyarakatnya. Pendapat umum masyarakat merefleksikan status
quo realitas masyarakat; dank arena realitas masyarakat merepresentasikan
kebenaran yang keluar dari mereka sendiri, serta melebihi pikiran, maka hal itu
berguna sebagai suatu standar untu menguji kualiditas nilai-nilai individual”
(Callahan and Clark, 1983).
b. Implikasi
Filsafat Umum Realisme Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(Pasal 1 UU N0.20 Tahun 2015 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Upaya pendidikan
harus dipandang sebagai upaya bantuan dan memfasilitasi peserta didik dalam
rangka mengembangkan potensi dirinya.
-
Tujuan
Pendidikan: Tujuan pendidikan untuk para siswa dapat bertahan hidup di dunia
yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia. Dengan jalan
memberikan pengetahuan yang esensial kepada para siswa, maka mereka akan dapat
bertahan hidup di dalam lingkungan alam dan sosialnya. Pengetahuan tersebut
akan memberikan keterampilan-keterampilan yang penting untuk memperoleh keamanan
dn hidup bahagia. Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan para filsuf
realism bahwa tujuan pendidikan realism adalah untuk “Penyesuaian diri dalam
hidup dan mampu melaksanakan tanggug jawab sosial”.
-
Kurikulum
Pendidikan. Pengembangan kemampuan berfikir melalui pendidikan liberal,
penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui pendidikan
praktis. Kurikulum sebaiknya meliputi : (1) sains/ipa dan matematika (2)
ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial serta (3) nilai-nilai.
Sains
dan matematika sangat dipentingkan. Keberadaan sains dan matematika
dipertimbangkan sebagai lingkup yang sangat penting dalam belajar.
Sebab,pengetahuan tentang alam memungkinkan manusia untuk dapat menyesuaikan
diri serta tumbuh dan berkembang dalam lingkungan alamnya. Ilmu kemanusiaan
tidak sepenting sains dan matematika, namun demikian ilmu kemanusiaan tidak
seharusnya diabaikan. Sebab, ilmu kemanusiaan diperlukan setiap individu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kurikulum hendaknya menekankan
pengaruh lingkungan sosial terhadap kehidupan individu. Dengan mengetahui
kekuatan yang menentukan kehidupan kita, kita berada dalam posisi untuk
mengendalikan mereka (lingkungan sosial). Nilai-nilai dari objektifitas dan
pengujian kritis yang bersifat ilmiah hendaknya ditekankan. Ketika mengajarkan
nilai-nilai,sebaiknya tidak menggunakan satu metode yang normative, tetapi
menggunakan analisis kritis. Untuk mendorong kebiasaan-kebisaan belajar yang
diharapkan ganjaran hendaknya diberikn ketik kebiasaan-kebiasaan yang
diharapkan dicapai (Callahan and Clark,1983).
Para
pilsuf realisme percaya bahwa kurikulum yang baik di organisasi menurut mata
pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered). Materi
pembelajaran hendaknya di organisasi menurut prinsip-prinsip tentang belajar,
engajarkan materi pembelajaran hendaknya dimulai dari yang bersifat sederhana
menuju yang lebih konflek. Karena masyarakat dan alam (hukum-hukum alam)
mempunyai peranan menentukan bagaimana seharusnya individu hidup untuk
menyesuaikan diri dengannya, maka kurikulum direncanakan dan di organisasikan
oleh guru atau orang dewasa (society centered). Adapun isi kurikulum (mata
pelajaran-mata pelajaran) tersebut harus berisi pengetahuan dan nilai-nilai
esensial agar siswa dapat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan
alam,masyarakat dan kebudayaannya. Sebab itu Callahan dan Clark (1983)
Menyatakan bahwa orientasi pendidikan realisme memiliki kesamaan dengan
orientasi pendidikan idealisme, yaitu Esensialisme.
-
Metode
pendidikan: Metode hendaknya bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan
merupakan metode utama bagi penganut realisme. “Semua belajar tergantung pada
pengalaman,baik pengalaman langsung maupun tidak langsung (seperti melalui
membaca buku mengenai hasil pengalaman orang lain), kedua-duanya perlu
disajikan kepada siswa. Pembiasaan merupakan metode utama yang diterima oleh
para filsuf realisme yang merupakan penganut Behaviorisme” (Edward J. Power,
1982). Metode mengajar yang disarankan para filosof realisme bersifat otoriter.
Guru mewajibkan para siswa untuk dapat menghafal, menjelaskan, dan
membandingkan fakta-fakta; menginterpretasi hubungan-huungan dan mengambil
kesmpulan makna-makna baru.
Evaluasi
merupakan suatu aspek yang penting dalam mengajar. Guru harus menggunakan
metode-metode objektif dengan mengevalusi dan memberikan jenis-jenis tes yang
memungkunkan untuk dapat mengukur secara tepat pemahaman para siswa tentang
materi-materi yang dianggap esensial. Tes perlu sering dilakukan untuk tjuan
memotivasi,para filsuf realisme menekankan bahawa tes selalu penting bagi guru
untuk memberikan ganjaran terhadap setiap siswa yang mencapai sukses. Ketika
guru melaporkan prestasi para siswanya, ia menguatkan (reinforces) apa yang
mesti dipelajari (Callahan and Clark, 1983)
-
Peranan guru
dan siswa: Guru adalah pengelola kegiatan di dalam kelas (classroom is
teacher-centered) dalam memimpin dan membimbing peserta didik dan ikut campur
terlalu atas kebutuhan siswa. Sedangkan siswa berperan sebagai organisme yang
rumit yang mampu tumbuh.
c. Konsep
Filosafat Realisme
- Metafisika: Para filosof Realisme umumnya memandang dunia
dalam pengertian materi. Dunia terbentuk dari kesatuan-kesatuan yang nyata, substansial
dan material, hadir dengan sendirinya, dan satu dengan yang lainnya tertata
dalam hubungan-hubungan yang teratur di luar campur tangan manusia.
- Manusia: Hakikat manusia terletak pada apa yang
dikerjakannya. Pikiran atau jiwa merupakan suatu organisme yang sangat rumit
yang mampu berpikir. Manusia bisa bebas atau tidak bebas.
- Pengetahuan: Pengetahuan diperoleh manusia melalui
pengalaman diri dan penggunaan akal sehat. Dunia yang hadir tidak tergantung pada
pikiran, atau pengetahuan manusia tidak dapat mengubah esensi realitas
(principle of independence). Uji kebenaran pengetahuan didasarkan atas teori
korespondensi.
- Nilai: Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam dan
pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji.
- Tujuan Pendidikan: Pendidikan bertujuan untuk penyesuaian
diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial.
- Kurikulum/Isi Pendidikan: Kurikulum harus bersifat
komprehensif yang berisi sains, matematika, ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu
sosial, serta nilai-nilai. Kurikulum mengandung unsur-unsur pendidikan liberal
dan pendidikan praktis. Kurikulum diorganisasi menurut mata pelajaran (subject
matter) dan berpusat pada materi pelajaran (subject centered).
- Metode: Metode hendaknya bersifat logis dan psikologis.
Pembiasaan merupakan metode utama bagi penganut Realisme
- Peranan Pendidik dan Peserta didik: Pendidik adalah
pengelola kegiatan belajar mengajar (clasroom is teacher-centered). Pendidik harus
menguasai pengetahuan yang mungkin berubah, menguasai keterampilan
teknik-teknik mengajar dengan kewenangan menuntut prestasi siswa. Sedangkan
peserta didik berperan untuk menguasai pengetahuan, taat pada aturan dan
berdisiplin.
4.4.Landasan
Filosofis Nasional: Pancasila
Pancasila adalah
dasar Negara republic Indonesia. Pancasila yang dimaksud adalah pancasila yang
rumusannya termaktub dalam “pembukaan” UUD 1945 yaitu: Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Karena pancasila adalah dasar Negara
Indonesia, implikasinya maka pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional.
Sejalan dengan ini pasal 2 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan
Nasional” menyatakan bahwa: “Pendidikan nasioanl adalah pendidikan yang
berdasarkan pancasila dan UUD NKRI tahun 1945”.
Sehubungan
dengan hal di ata, bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan
tersendiri dalam system pendidikan nasionalnya, yitu pancasila. Kita perlu
mengkaji nilai-nilai pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek
pendidikan maupun studi pendidikan.
Leave a Comment